Sehingga dampak besar atau kecilnya pematik tersebut ditentukan oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan tersebut.Hasil Musra atau survei yang dilakukan oleh beberapa Lembaga menurut Anang saat ini dijadikan kendaraan dari pihak tertentu yang memiliki kepentingan terhadap capres cawapres.
Hasil tersebut seolah-olah mereka peduli kepada masyarakat dan dijadikan sebagai salah satu penyerap aspirasi masyarakat. “Namun kenyataannya hasil Musra dan survei politik tersebut sejatinya bisa dijadikan legitimasi calon tertentu. Namun yang harus diingat dalam aturan yang berlaku saat ini capres dan cawapres yang akan mengikuti kontestasi pilpres diajukan oleh parpol atau koalisi parpol peserta pemilu 2024,” ungkap Anang.
Anang percaya betul, parpol yang tidak memiliki kepentingan terhadap hasil Musra atau survei lembaga tertentu tak akan serta-merta menggunakan hasil atau rekomendasi tersebut. Parpol dengan mesin politik yang baik sudah memiliki sistem untuk menyerap aspirasi capres cawapres yang diinginkan oleh masyarakat.
“Parpol yang tak memiliki kepentingan belum tentu tertarik dengan hasil Musra atau survei. Parpol pasti memiliki data yang dihimpun dari mesin politik mereka.Mereka lebih yakin dengan data yang dihimpun mesin politiknya. Parpol pasti sudah tau siapa aktor intelektual dibelakang rekomendasi Musra atau lembaga survei yang merekomendasikan calon tersebut. Sehingga parpol yang tidak memiliki kepentingan pasti tak akan mempertimbangkan hasil Musra, ”ujar Anang.
Jika parpol atau koalisi parpol gegabah memilih capres cawapres yang tidak popular dan rendah elektabilitas, Anang memastikan mereka akan mengeluarkan effort lebih untuk memenangkan pilpres dan pileg di pemilu ini. Sebab mereka selain harus memperkenalkan capres yang tak popular dan elektabilitas rendah dalam pilpres, mereka juga memiliki tugas untuk memenangkan pileg agar tak tersingkir dari pemilu berikutnya.