English English Indonesian Indonesian
oleh

Lebih Dekat dengan Langga dan Longgo, Bela Diri Khas Asal Gorontalo

USIANYA telah tua. Masih eksis hingga kini.

Langga dan longgo merupakan bela diri tradisional yang sudah ada sejak Abad ke-16. Memiliki keunikan tersendiri dengan gaya layaknya orang menari.

Dahulu langga di gunakan untuk melawan para penjajah. Yang membedakan keduanya, langga sebutan untuk bela diri tanpa senjata. Praktiknya mengandalkan tangan kosong dan tenaga dalam. Jarang digunakan pada acara adat penyambutan.

Sedangkan longgo adalah bela diri yang mengunakan senjata tajam berupa keris dan parang, atau biasa masyarakat gorontalo menyebutnya dengan sumala. Jamaludin, seorang tokoh masyarakat yang mempelajari langga di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.

“Langga dari seorang Ju Panggola yang diberi gelar Raja Ilato yang dapat menghilang dan muncul tiba-tiba. Ilato artinya kilat. Bela diri ini berasal dari kata helangga-langgawa yang artinya gerak-gerik sambil menghentakkan kaki, sehingga oleh masyarakat Gorontalo menyebutnya dengan langga” urai Jamaludin, awal Mei 2023.

Oleh karena itu langga sendiri sudah dijadikan masyarakat Gorontalo sebagai olahraga tradisional untuk mengadu ketangkasan dalam mengunci lawan atau membuka kuncian. Langga diciptakan hanya untuk membela diri atau mempertahankan diri.
Dahulu, banyak perguruan langga dari beberapa daerah yang ada di Gorontalo sering mengadakan langga dengan tujuan bukan untuk membunuh atau mencari musuh, tetapi untuk menjalin persahabatan.

Langga juga bisa dikatakan menjadi sebuah alternatif yang berfungsi untuk mengayom dan menghetikan perseturuan. Kemudian longgo merupakan bela diri yang dilakukan pada saat upacara penyambutan tamu besar, seperti penyambutan bupati atau gubernur.
Longgo juga kerap dijumpai pada saat upacara adat selamatan yang menandai tujuh bulan usia kehamilan atau dalam bahasa Gorontalo: molonthal. Sering juga longgo dilakukan saat hari raya besar Islam. Misalnya Idulfitri dan Iduladha.

News Feed