English English Indonesian Indonesian
oleh

Jagai Anakta’, Waspadai Penculikan Anak!

Oleh: dr Airah Amir, Dokter RSUD Kota Makassar

Jagai Anakta’merupakan imbauan yang dikeluarkan oleh Wali Kota Makassar terkait penculikan dan pembunuhan anak yang terjadi baru-baru ini. Wali Kota menginstruksikan agar seluruh elemen terkait untuk membantu pihak kepolisian menuntaskan kejadian nahas ini.

Menjauhkan anak dari tindak kriminalitas adalah tujuan pelaksanaan program Jagai Anakta’ yang diluncurkan Wali Kota Makassar yang secara umum ingin memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap generasi muda di Kota Makassar.

Penculikan anak di bawah umur disertai pembunuhan berencana dikarenakan pelaku terobsesi dengan penjualan organ tubuh di  google searching dengan website bernama yandex. Pelaku yang berusia 15 dan 17 tahun menuturkan mendapat situs jual beli organ di sebuah mesin pencari dan harga yang ditawarkan 80 ribu dollar atau setara 1, 2 Miliar. Adapun organ korban yang hendak dijual oleh pelaku seperti ginjal dan paru-paru telah ditawarkan kepada calon pembeli namun tidak mendapat respons.

Menurut keterangan pelaku, mereka sering membuka mesin pencari tersebut untuk melihat penjualan organ-organ tubuh manusia. Rencana yang gagal dan berujung pembunuhan tersebut. Akhirnya membuang jasad korban di waduk Nipa-Nipa.

Adiksi Gawai

Hal yang sangat miris namun terjadi di depan mata. Gawai yang dilengkapi berbagai macam fitur bukan hanya menjadi alat komunikasi, tetapi menjadi pintu masuk bagi anak-anak untuk mengakses media sosial, game online dan fitur lainnya secara daring yang belum sesuai dengan usianya. Penggunaan gawai yang terus menerus tanpa mengenal waktu berpotensi mengganggu psikis anak dan menyebabkan kecanduan atau adiksi gawai.

Menjadi hal yang mengkhawatirkan  jika fenomena adiksi gawai pada anak saat ini yang mengakibatkan anak-anak terlibat dalam sejumlah kasus yang masuk ke dalam kategori tindak pidana seperti kasus diatas.

Usia 13-18 tahun adalah usia yang rentan bagi anak untuk mengalami adiksi gawai. Dorsolateral prefrontal cortex adalah bagian otak yang  bertanggung jawab dalam hal pengekspresian emosi dan perilaku sosial yang sesuai norma di masyarakat serta  berfungsi mencegah seseorang bersikap impulsif sehingga seseorang mampu mengontrol perilaku dengan baik. Pada usia 13-18 tahun bagian otak ini belum matang sehingga jika bagian ini terganggu seseorang rentan untuk bersikap impulsif seperti halnya kasus di atas.

Kemudahan teknologi saat ini memudahkan kita untuk berselancar. Kita mudah menjumpai orang-orang yang memposting kehidupan mewah. Inilah mungkin yang membuat para pemuda salah arah. Gawai dan perangkat didalamnya jamak kita jumpai dalam setiap aspek kehidupan manusia yang tanpa disadari turut membentuk karakter pemuda. Ada banyak kebebasan berpikir dan kebebasan moral di sana. Pornoaksi, pornografi, game online, kejahatan daring, kasus narkoba, dan yang terakhir seperti kasus di atas, yaitu situs jual beli organ. Kehati-hatian dan kewaspadaan diperlukan serta secara selektif memilah informasi. Jika tidak maka kasus seperti di atas akan sering dijumpai.

Fakta dan Solusi

Meningkatnya kasus anak adiksi gawai terkait dengan tingginya penggunaan internet di Indonesia. Lembaga riset data.ai melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara di Indonesia yang masyarakatnya paling lama menghabiskan waktu di gawai. Sepanjang 2021 orang Indonesia rata-rata menghabiskan 5,4 jam perhari di depan layar smartphone. Angka ini naik cukup tajam dibanding dua tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2019 mencapai 3,9 jam perhari. Dan pada tahun 2020 menjadi 5 jam sehari. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengingatkan orang tua untuk serius memperhatikan berbagai dampak dari adiksi gawai.

Standar kehidupan saat ini adalah asas manfaat dan kebebasan perilaku yang merupakan penyebab munculnya berbagai macam pemikiran dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya.

Semua harus berperan dalam memberikan solusi ini dengan penerapan aturan yang terintegrasi dan menyeluruh. Pilar yang ambil bagian dalam masalah ini adalah keluarga, masyarakat dan negara melalui mekanisme perlindungan terhadap anak secara sistematis.

Dalam lingkup keluarga dan masyarakat, memberikan edukasi yang bermutu perlu dilakukan untuk menanamkan akar keimanan yang kuat bagi anak. Kontrol sosial masyarakat menjadi perlu ditingkatkan untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Peran negara menjadi penting untuk memberikan kebijakan dalam upaya menghentikan akses tehadap konten negatif sebab di dalam Undang-Undang telah termaktub bahwa pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengatur situs online sehingga dapat melindungi anak dari konten negatif. (*)

News Feed