Tak ada yang dapat menyangkal bahwa sirop adalah salah satu jenis minuman yang telah mendunia dan disukai semua kalangan terutama anak-anak. Mengingat sebagian besar produk farmasi untuk pengobatan suatu penyakit tertentu, tidak disukai pasien anak-anak karena rasanya yang pahit, maka obat itu diramu sedemikian rupa hingga menyerupai sirop. Secara common sense semua obat berfungsi untuk mengatasi keluhan penyakit pasien, namun dalam keadaan tertentu obat khususnya yang terbuat dari bahan kimia pasti mempunyai efek samping bisa menjadi racun dengan dampak serius.
Seiring dengan datangnya musim penghujan yang cukup intensif di wilayah Indonesia, maka serangan flu, disertai batuk sangat mudah berjangkit terutama di kalangan anak-anak. Sudah menjadi kebiasaan kebanyakan orang tua untuk mengatasi serangan flu atau batuk yang menimpa pada anak dengan meminumkan obat sirup yang tersedia dan beredar luas diapotek bahkan warung tradisional. Keluhan itu memang dapat teratasi, namun tak disangka jika banyak keluarga akhirnya dirundung kesedihan lantaran buah hatinya yang masih balita didiagnosis dokter mengalami ginjal akut atipikal (Atypical Proggressive Acute Kidney Injury) sehingga harus menjalani cuci darah.
Hal ini memantik kepanikan publik terutama otoritas medis lantaran jumlah pasien yang menjadi korban penyakit misterius mencapai angka 245 kasus sejak Agustus hingga Oktober 2022. Parahnya karena penyakit yang sangat berbahaya ini, justru menimpa anak balita dengan tingkat kematian sejauh ini adalah 141 pasien (55%). Angka tersebut melampaui Gambia dan Nigeria sebagai negara pertama yang dilaporkan WHO mengalami kejadian serupa. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan tim ahli Kemenkes, diketahui bahwa penyebab serangan gagal ginjal akut pada anak, yaitu karena mengonsumsi obat sirup flu dan batuk yang mengandung cemaran senyawa kimia etilen glikol sebagai bahan pelarut dalam obat sirop atau cair.
Untuk mencegah dan menanggulangi bencana sirop maut, maka pemerintah melalui Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes: Murti Utami, menerbitkan Surat Edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tertanggal 18 Oktober 2022 yang meminta para dokter agar tidak meresepkan untuk sementara, semua jenis obat sirop yang mengandung cemaran etilen glikol. Surat edaran itu juga menginstruksikan jajarannya agar terus melakukan penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal (atypical progressive acute kidney injury) pada anak secara real time.
Sebagai bentuk kepedulian kepada para korban, pemerintah juga bertindak cepat mendatangkan obat Fomepizole dari Singapura, Jepang, Amerika, dan Australia. Fomepizole diyakini ampuh untuk mencegah tingkat keparahan dari gagal ginjal akut misterius ini yang juga berfungsi sebagai penawar racun enzim alcohol dehydrogenasen metanol dan etilen glikol.
Berdasarkan instruksi Presiden Jokowi, Kepala BPOM: Penny Kusumastuti Lukito, langsung memberi peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan dan atau pencabutan izin edar serta mempidanakan perusahaan farmasi yang dinilai lalai dalam memproduksi obat yang mengakibatkan kematian. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo UU No.36/2009 tentang Kesehatan Jo KUHPIDANA. Korban dan ahli waris juga dapat menuntut ganti rugi pada produsen sirop maut. (*)