English English Indonesian Indonesian
oleh

Komedi Anyar dan Heterogenitas Tanda-tanda: Resensi Film “Ambo Nai Sopir Andalan”

OLEH: Fadhil Adiyat

Karambol adalah satu dari permainan yang akrab di bawah kolong rumah panggung atau pos ronda desa—di perkampungan Bugis, pada masa-masa sebelum internet merebak. Kehadiran permainan ini di film Ambo Nai Sopir Andalan sejatinya bukan sekadar kebetulan, ada simbol keakraban yang berusaha dihadirkan oleh sang sutradara. Sebagaimana penggunaan bahasa Bugis yang sembilan puluh lima persen menjadi lokus tuturan para tokoh dalam film ini.

Selain karambol sebagai perlambangan, adanya warna yang dilekatkan pada dua tokoh utama yakni merah untuk Ambo Nai dan hijau untuk Malla, sahabatnya. Merah melambangkan keberanian dan hijau melambangkan posisi kepercayaan.

Pada mulanya, diceritakan bahwa Ambo Nai dipecat sebagai supir angkutan antar daerah dan beralih profesi menjadi sopir pengantar ikan. Meski istrinya sedang hamil tua, Ambo Nai hendak membagi dua upahnya dengan Malla yang juga sedang butuh pekerjaan. Profesi pengantar ikan antar daerah yang dijalani oleh dua sahabat ini pun; membuat film ini berhasil mempertahankan identitas lokalnya. Bahkan, dalam satu dialognya, Ambo Nai menggunakan kata ‘majjupandang’ sebagai istilah sopir antar daerah yang bertrayek Makassar, sebelum ia menjadi sopir pengantar ikan.

Dari segi cerita, film ini cukup sederhana dengan mengangkat tema persahabatan dengan sedikit bumbu percintaan. Namun, komedi anyar yang melekat pada dua tokoh utama melalui percakapan dan tindakan, serta bagaimana cerita tersebut dikemas menggunakan tanda dan perlambangan, menjadikan film ini layak diapresiasi sebesar-besarnya.

News Feed