FAJAR, MAKASSAR – Tim LPSK RI mengunjungi korban penganiayaan pasangan suami istri (pasutri) di Kabupaten Gowa. Kunjungan mereka untuk memverifikasi informasi dugaan intimidasi yang korban dapatkan dari pihak kepolisian.
Diketahui pasutri atas nama Amiruddin Malik (43) dan Riski Amaliah (39) jadi korban dugaan penganiayaan oleh terlapor Irfan Wijaya yang merupakan manager di PT Eastern Pearl Flour Mills Makassar.
Kasus ini dilaporkan keduanya di Polres Gowa sejak 9 April 2022, lalu. Kemudian pada 26 Mei 2022, Irfan Wijaya telah ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melanggar Pasal 170 KUHPidana tentang penganiayaan secara bersama-sama.
Meski begitu, kasusnya ternyata di kemudian hari menjadi polemik panjang lantaran pelaku Irfan Wijaya juga melaporkan korban pasutri, dan pada akhirnya penyidik di Polres Gowa menetapkan keduanya yang tadinya korban menjadi tersangka.
Atas dasar polemik tersebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK RI) akhirnya turun tangan. Mereka bertindak melakukan survei setelah mendapati laporan dari berbagai pihak, diantaranya kuasa hukum pasutri dan juga LBH Apik yang mengatensi penetapan korban pasutri menjadi tersangka.
Terlebih setelah mengetahui bahwa korban pasutri ternyata mengalami sakit serius pasca mendapatkan dugaan tindak pidana penganiayaan dari Irfan Wijaya dan kawan-kawan.
Riski Amaliah harus dirawat di Rumah Sakit (RS) Wahidin dalam waktu cukup lama, sementara suaminya Amiruddin Malik menjalani pengobatan pada salah satu rumah sakit di Jakarta.
Kuasa hukum korban pasutri, Firmansyah, mengatakan tim LPSK RI berjumlah tiga orang datang langsung menemui Riski Amaliah di RS Wahidin. Mereka datang melakukan klarifikasi dan verifikasi atas kasus yang dialaminya bersama suami.
“Beliau (korban Risky Amalia) itu cuman dimintai keterangan, beberapa hal mulai dari kronologis, sampai ke penetapan statusnya sebagai tersangka,” ujarnya ditemui FAJAR di RS Wahidin sesaat setelah tim LPSK RI pergi, Selasa, 4 Oktober.
Lebih lanjut Firmansyah mengatakan, kedatangan tim LPSK RI merupakan upaya yang dilakukan tim kuasa hukum karena mendapati banyak kejanggalan pada proses hukum di Polres Gowa, apalagi setelah kliennya ditetapkan tersangka.
“Setelah ini mungkin LPSK akan melakukan verifikasi kembali atas klarifikasi yang disampaikan kliennya. Akan mengumpulkan bukti kuat, mendatangi pihak polres (Gowa). Atau langsung melakukan konfrontasi dengan pihak terkait,” bebernya.
“Intinya kami harapkan adalah kepastian hukum dan keadilan. Kami tidak akan melakukan upaya sampai sejauh ini kalau tidak kami dapati hal yang ganjal,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban pasutri lainnya, Sigit Prasetya mengatakan, kasus ini telah menjadi perhatian publik. Tidak boleh ada oknum yang mencoba mempermainkan proses hukum yang seharusnya berjalan secara adil.
“Kare itu sama berharap dan meminta dalam hal ini kepada Kapolri dan Kapolda Sulsel bisa menjadikan kasus ini atensi, agar betul-betul dalam pengawasan, bukan sekedar laporan polisi saja. Kami mau lihat betul profesionalitasnya polisi,” ucapnya pada kesempatan yang sama.
Menurut Sigit, kasus ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab sudah ada pembuktian melalui rekonstruksi ada seorang ibu yang dianiaya, bahkan suami-istri yang berdasarkan kronologi awalnya hanya datang secara baik-baik bersama anaknya untuk membicarakan perjanjian kerjasama kedua belah pihak.
“Jadi kami minta pihak kepolisian supaya ambil sikap melakukan pengawasan, dalam hal ini jajaran. Upaya hukum memang ada, tapi kami minta polisi profesional sebagaimana keinginan Kapolri dengan mottonya presisi jangan membiarkan laporan masyarakat itu berlarut-larut, apalagi kalau sampai diproses dengan tidak benar,” tandasnya.
Kronologi Kasus Pasutri Dianiaya
Peristiwa itu terjadi saat Amiruddin bersama istri dan buah hatinya berusia 4 tahun ditemani rekannya Ahmad Syaladdin, datang ke kediaman Irfan yang terletak di Desa Taeng, Kabupaten Gowa, awal bulan April lalu. Kedatangannya untuk menagih komitmen urusan bisnis kedua pihak.
Sebelumnya kedua pihak memang sudah janjian dan sepakat untuk bertemu dan membicarakan baik-baik urusan bisnis yang dimaksud.
“Waktu janjian baik-baik saja. Tetapi pas saya datang, tiba-tiba saja dia langsung pukul kepala saya. Jadi saya langsung mau pulang karena kan sudah tidak kondusif, apalagi saya bawa anak kecil,” jelas Amir kepada wartawan saat ditemui di salah satu kafe Jalan Skarda, Kota Makassar, beberapa waktu lalu.
Situasi yang sudah tidak kondusif digambarkan Amir, Irfan saat itu bersama beberapa orang rekannya sekitar lima orang langsung mengeroyok dirinya.
“Sampai kacamata saya jatuh, sayakan rabun jadi saya raba-raba mencari kacamata saya, disitu teman saya (Ahmad) dipukul juga sama beberapa orang di rumah IW,” ungkapnya.
Di situasi itu, istri Amir kemudian berteriak, lantas Irfan disebut juga menyerang istri Amir, hingga mengakibatkan lebam dibagian muka. Begitupun Amir dan Ahmad mereka juga mengalami sejumlah luka di bagian tubuhnya.
Saat itu juga pasutri ini dan kawannya Ahmad langsung bergegas pergi dan melaporkan kejadian itu ke Polres Gowa atas dugaan penganiayaan. Dengan pasal yang disangkakan UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP Pasal 170.
Sigit Prasetya sempat mengungkapkan bahwa proses hukum kasus kliennya ini mengalami keganjalan lantaran pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa dan Polres Gowa saling lempar argumen.
“Ini sudah P21 dan pelaku belum ditahan, kami menilai sesuai aturan hukum itu harusnya sudah dilakukan penahanan karena ada penetapan bahkan berkas sudah P21. Ini menjadi tanda tanya bagi kami,” kata Sigit.
Pihaknya bahkan sudah datang untuk meminta klarifikasi ke kejaksaan, namun diberitahu bahwa mereka masih menunggu dari pihak Polres Gowa untuk persiapan tahap duanya. Namun, saat diklarifikasi ke sana, katanya berkasnya juga sudah siap dikirim ke kejaksaan.
“Kami ini tidak mengerti kata kejaksaan siap, kata Polres juga siap tapi tidak dilaksanakan,” ungkapnya.
Karena merasa banyak kejanggalan, Sigit mengaku bakal mengadukan hal ini ke pihak Propam Polda Sulsel agar ada kejelasan dari kasus yang ditanganinya itu.
“Ini sudah ada langkah, pelaporan ke Propam sudah. Konsen kita sekarang minta penertiban tahap duanya,” bebernya.
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan terkait keputusan penyidik yang justru ikut menjadikan kliennya tersangka atas laporan baru pasca kejadian oleh Irfan. Bahkan proses hukumnya lebih cepat dibandingkan dengan kliennya.
“Korban lebih duluan melaporkan kejadian ini, korban tidak melakukan perlawanan juga, ada visum juga. Kenapa korban dilaporkan juga, bahkan ditersangkakan juga, ini kan polemik di masyarakat,” beber Sigit.
“Kami anggap proseduralnya ini kurang tepat. Korban dilaporkan dalam sangkaan 170 melakukan pengeroyokan, tapi secara logika tidak mungkin korban datang melakukan pengeroyokan membawa seorang anak, istri yang bahkan dalam kondisi sakit,” tandasnya.
Terpisah, Polres Gowa yang dikonfirmasi belum bisa memberikan keterangan detail terkait perkembangan kasus. “Nanti saya coba cek dulu siapa yang mengananinya yah, kita cek informasinya dulu,” kata Kasat Reskrim Polres Gowa, AKP Burhan. (maj/*)