English English Indonesian Indonesian
oleh

Kartu Mati Komnas HAM

Sejak Polri melibatkan lembaga eksternal dalam investigasi tragedi Sambo Gate, publik menaruh harapan besar pada lembaga eksternal tersebut, mengemban peran strategis dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Namun kita sangat kecewa atas kinerja Kompolnas dalam penanganan kasus itu ternyata justru lebih sering menjadi corong investigator dengan meresonansi semua kebohongan yang diskenariokan Sambo ke ruang publik tanpa memedulikan prinsip cek dan ricek.

Tragisnya lagi karena Komnas Perempuan yang seharusnya lebih sensitif mendeteksi kebohongan skenario Sambo malah terbuai dengan tangis dan air mata Putri Candrawati (PC), sehingga dengan entengnya mengeluarkan rekomendasi yang mendesak LPSK segera menetapkan PC sebagai korban pelecehan seksual.

Untungnya Komisioner LPSK sungguh-sungguh menggunakan hati nurani yang tajam sehingga tidak gegabah merespon desakan itu, malah akhirnya menolak permohonan Sambo agar istrinya diberi perlindungan sebagai korban LPSK. Tak hanya itu LPSK juga berani membongkar kebohongan PC maupun percobaan suap Sambo pada LPSK sebagai uang tutup mulut.

Namun yang jauh lebih mengecewakan lagi adalah peran Komnas HAM yang terkesan hanya merecoki jika bukan menjadi dubber semua hal yang telah dikerjakan penyidik Polri. Karena semua hasil investigasi Komnas HAM yang diekspos ke publik sebenarnya bukanlah murni temuan Komnas HAM melainkan bersumber dari hasil investigasi penyidik Polri. Dengan meminjam istilah “dungu” yang sering dipopulerkan Rocky Gerung, rupanya istilah itu layak disematkan pada investigator Komnas HAM dalam kasus ini, karena memanggil para ajudan Sambo untuk didengar keterangannya.

Padahal mereka semua pasti tidak ada yang bersikap jujur karena saat itu Sambo belum di tahan sehingga semua doktrin dan kekuasaan Sambo masih berpengaruh kuat pada mereka. Herannya karena keadaan yang sangat mudah dibaca publik justru tidak terbaca oleh komisioner Komnas HAM. Akibatnya Komnas HAM terjebak dalam skenario kebohongan Sambo.

Banyak tudingan jika Komnas cenderung gila urusan. Sebab misi investigasi Komnas HAM selalu didasarkan pada indikasi pelanggaran HAM yang belum dan tidak terungkap oleh lembaga manapun. Anehnya karena Komnas HAM nekad menginvestigasi kasus Sambo gate padahal kasus itu sedang di bongkar secara menyeleuruh oleh Polri melalui Timsus untuk projustisia dan Irsus untuk pelanggaran kode etik.

Dengan demikian keterlibatan Komnas HAM tidak lain merupakan bentuk excessive use of force karena dalam UU No 39 tahun 1999 tentang HAM khususnya Pasal 91 ayat 1 huruf d antara lain menegaskan bahwa kasus yang ditaangani oleh Komnas HAM tidak ditindaklanjuti / dihentikan apabila terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian pengaduan.

Tidak salah jika Komnas HAM banjir hujatan karena terkesan hanya mencari popularitas dengan melontarkan beragam issu sensasional, kontroversial, dan kontra produktif bagi penegakan HAM. Jika motifnya hanya pada isu fair trial , mengapa Komnas HAM ngotot terlibat dalam Sambo Gate padahal bukankan puluhan ribu kasus lain yang dipermainkan dalam proses penegakan hukum Komnas hanya diam dan tidak hadir.

Parahnya lagi karena rekomendasi yang dikeluarkan Komnas maupun statement ketua Komnas yang menghidupkan kembali dugaan pelecehan seksual pada PC maupun issu keterlibatan pihak ketiga dalam penembakan Brigadir J merupakan kartu mati. Selain karena hal itu sudah basi dan telah di SP3 oleh Timsus juga bertentangan dengan testimoni dari para saksi kunci maupun hasil rekonstruksi. (*)

News Feed