Ini pertama kalinya saya berkunjung ke tempat ini. Dari area parkir kami langsung disuguhi pemandangan indah gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban yang artinya telungkup, dinamakan tangkuban perahu karena gunung ini berbentuk seperti perahu yang telungkup. Bukan hanya bentuknya, tetapi legenda tentang gunung ini juga terkenal, kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbing.
Sebelum kami berjalan menghampiri bibir pegunungan, ada banyak pedagang cenderamata menawarkan dagangannya yang unik, mulai dari gelang, kalung, gantungan kunci, jajanan seperti dodol, cireng, dan satu lagi buah yang sangat saya sukai, yaitu stroberi, harganya beragam. Sebelum kami berpencar, kami foto bersama terlebih dahulu.
Pedagang-pedagang asongan dengan senang hati menawarkan diri untuk membantu memotret kami, tapi sebelumnya kami sudah diberitahu oleh Kadep (Ketua Departemen) kami, Ibu Munirah. “Nanti suruh mi itu penjual foto ki, tapi sudahnya itu kita beli barangnya”, begitu kata beliau. Yah, tentu saja ini juga sebagai bentuk terima kasih kepada mereka.
Setelah foto bersama, saya bersama teman, Namanya Amel, dia juga dosen junior, sahabat saya sejak S1. Kami menelusuri spot-spot Tangkuban Perahu. Ke sana kemari sambil tertawa melihat dosen-dosen kami yang sejak S1 yang kini parner kerja kami, bergaya, dan sangat bergembira berfoto yang sambil diarahkan bergaya oleh pedagang yang membantu kami mengambil gambar. Kalau saya lebih senang mengamati mereka sambil kadang ikut nimbrung. Itu sesuatu yang langkah bagiku karena dunia akademisi yang terkesan kaku. Melihat mereka itu sebuah pemandangan langkah karena disibukkan aktivitas kampus, persoalan mengajar dan administrasi kampus yang sangat ruwet.