Saya pun keluar, bermaksud pindah parkir. Tambah cemas lagi ketika dari kejauhan samar-samar ada pemuda memakai sarung di sisi kiri mobil. Ia mengendap-endap sambil menelepon. Sementara dua pemuda sebelumnya masih di depan mobil duduk-duduk menggelar kursi panjang.
Rupanya, aman. Klakson sensitif itu meraung-raung karena banyak sepeda motor melaju dengan knalpot racing. Saya pun kembali ke masjid dengan perasaan lega. Menurut cerita salah seorang tokoh masyarakat, Daeng Lurang, beberapa tahun lalu, kawasan itu dibina salah seorang polisi. Saat itu, banyak pemuda ke masjid, jarang terjadi perkelahian kelompok.
“Sekarang, polisi itu sudah menetap di Jakarta,” kata Daeng Lurang. Dia menceritakan juga bahwa Masjid Yasin, awalnya adalah rumah keluarga Yasin Limpo. Jadi, masjid tersebut merupakan masjid keluarga. Salah satu tokoh yang membangunnya adalah anak saudara Yasin Limpo, H Mappasawang, Daeng Bunga (sepupu satu kali Syahrul Yasin Limpo).
Saatnya salat isya. Imam yang juga seorang hafiz mengumumkan bahwa untuk salat isya, belum masuk pada kategori khatam dengan bacaan panjang. Pertimbangannya, jemaah Masjid Yasin beragam, baik usia, maupun kondisi fisik.
Usai salat isya, tidak ada ceramah tarawih. Saf pun diatur. Yang paling depan adalah saf yang memang merencanakan khatam 30 juz. Tiga orang di belakang imam memegang Alquran kecil. Mereka memantau bacaan (hafalan) imam. Jika ada yang terlewatkan atau tiba-tiba tersendat, maka segera dibacakan (dikoreksi).