FAJAR, MAKASSAR — Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi seharusnya tidak langka. Hanya saja, diduga ada upaya penimbunan.
Berdasarkan penelusuran FAJAR, sejumlah pemilik kapal nelayan di pelabuhan Paotere tidak begitu kesulitan mendapatkan solar. Mereka membeli solar kepada lelaki berinisial R dengan harga Rp6.500 per liter.
“Saya beli 270 liter. Karena sekali melaut itu habis 100 liter lebih. Karena untuk kembali ke Kalmas (Pulau Pangkep) sudah menghabiskan 100 liter lebih. Sementara solar subsidi di Pertamina yang berada di Pulau, solar juga habis. Ada yang timbun,” ungkap pemilik kapal nelayan 18 GT yang namanya minta tidak disebutkan, Minggu, 13 Maret.
Pengelola Pertamina di Kalmas lanjutnya, menyediakan 20 ton solar setiap bulan. Hanya saja, solar bersubsidi tersebut dikuasai empat orang saja. Salah satunya lelaki berinisial DE. Dia seorang juragan kapal yang memiliki 10 kapal nelayan.
DE sebutnya melakukan penimbunan solar bersubsidi untuk dijual kembali ke kapal porsen dari Jawa. “Jadi dia (DE) jual satu ton solar ke kapal besar porsen dengan harga Rp 9700 rupiah. Untung besar,” sebutnya.
Solar yang dibeli dari SPBU bebernya di sembunyikan disekitar rumahnya. Itu di simpan di dalam drum. Sementara untuk mendapatkan solar itu, DE diduga membangun kerja sama dengan pihak pengelola SPBU berinisial A. DE membayar solar dengan harga Rp5.600 per liter.
“Jadi ada sekitar empat orang pemodal besar melakukan penimbangan. Kalau solarnya tidak dikasi keluar. Solarnya di simpan saja di SPBU. Tidak dikasi keluar. Kita nelayan kecil menjadi korban. Padahal, itu hak kami. Tetapi tidak ada petugas (penegak hukum) yang bergerak. Mungkin saja mereka dapat jatah. Masuk angin juga,” keluhnya.