FAJAR, MAROS – Beragam kegiatan digelar sebagai rangkaian pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan XIII di Leang-leang, Kabupaten Maros.
KKN bertema “Wisata Budaya, Warisan Dunia sebagai Aksi Kebangsaan: Kampus Berdampak dan Mengabdi untuk Negeri”, di antaranya digelar sosialisasi keuangan dan legalitas usaha sebagai program mandiri di Posko Leang Leang 1, Jumat 18 Juli 2025.
Sosialisasi ini menghadirkan Anisa dari Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB). Sosialisasi berlangsung di kantor Kelurahan Leang-leang dihadiri tokoh masyarakat, aparat kelurahan, pelaku UMKM, warga setempat, serta ibu-ibu rumah tangga.
Meski cakupan tema cukup luas, sesi ini secara khusus memfokuskan pada literasi keuangan untuk ibu-ibu sebagai pengelola ekonomi keluarga.
Melalui materi interaktif yang merujuk pada modul edukatif dari Bank SMBC Indonesia, Anisa membimbing peserta memahami prinsip membedakan kebutuhan dan keinginan. Diskusi ringan diwarnai contoh keseharian, seperti “Apakah membeli daster setiap bulan tergolong kebutuhan atau keinginan? Apakah jajan harian bisa dikurangi untuk menambah dana tabungan?,” ungkap Anisa memberi contoh kepada ibu-ibu.
Peserta juga diajak mengenali godaan keuangan yang umum dialami, seperti tergoda diskon, pengaruh sosial, serta kebiasaan berhutang tanpa perencanaan. Dalam sesi ini, Anisa menekankan pentingnya kesadaran finansial sebagai landasan ketahanan keluarga.
Kegiatan ini dilengkapi dengan kuis literasi keuangan di awal dan akhir sesi. Tujuannya untuk mengukur peningkatan pemahaman dan sebagai alat refleksi bagi peserta. Hasil kuis menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada kemampuan peserta dalam membedakan prioritas belanja dan strategi pengelolaan uang.
Selain itu, sesi ini juga dibarengi materis menyusun impian dan cara mewujudkannya. Di antaranya, latihan menyusun daftar keinginan. “Para ibu menuliskan mimpi mereka: misalnya, membuka warung klontong, menyekolahkan anak hingga sarjana, menabung emas, bahkan memperbaiki rumah yang bocor,” ungkapnya.
Bersama Anisa, mereka memetakan langkah sederhana menuju tujuan, seperti menyisihkan Rp100.000 per bulan, mencatat pengeluaran, dan memberi jeda 24 jam sebelum membeli barang non-esensial.
“Saya ingin ibu-ibu merasa percaya diri dan mampu bermimpi besar. Literasi keuangan bukan sekadar teori, tapi kunci untuk hidup yang lebih tenang dan terarah,” tutur Anisa.
Antusiasme peserta terlihat dari diskusi yang hidup dan refleksi yang mendalam. Banyak di anatara mereka merasa kegiatan ini membuka wawasan dan mendorong perubahan gaya hidup finansial secara bertahap. Aparat kelurahan dan tokoh masyarakat turut mengapresiasi pendekatan yang bersifat partisipatif dan aplikatif ini.
“Ternyata saya sering beli hal yang enggak saya butuh. Sekarang saya jadi mikir ulang setiap mau belanja,” ujar salah seorang peserta sambil tersenyum. (*)