FAJAR, MAKASSAR — Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Hasanuddin menggelar Widyasena 2025: Seminar dan Pameran Proyek Kelas Sejarah, pada Jumat, 20 Juni 2025, bertempat di Aula Mattulada. Kegiatan ini merupakan luaran dari mata kuliah Media Baru untuk Sejarawan, yang dirancang sebagai ruang diseminasi karya-karya kreatif mahasiswa dalam menyampaikan narasi sejarah melalui berbagai platform digital.
Mata kuliah ini dibimbing Fajar Sidiq Limola, dosen pengampu, bersama A Lili Evita, Amrullah Amir, dan Nasihin. Tahun ini, Widyasena mengangkat tema “Merawat Ingatan, Menggugah Aksi” dan menghadirkan beragam karya inovatif mahasiswa dalam bentuk podcast, majalah elektronik, infografis, lagu, monolog, blogspot, hingga video animasi.
Acara dibuka secara resmi Dekan FIB Unhas, Prof Andi Muhammad Akhmar yang menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya, ia mendorong agar berbagai produk mahasiswa didaftarkan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk mendukung pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Universitas Hasanuddin.
Turut hadir Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ilham, para dosen di lingkungan departemen, serta Ketua Ikatan Alumni Ilmu Sejarah (IKAJIS UH). Mereka menyambut baik inisiatif berbasis project-based learning ini sebagai langkah strategis untuk menjembatani sejarah akademik dengan media populer.
Selain sesi presentasi dan pameran karya mahasiswa, acara juga dirangkaikan dengan sosialisasi program magang oleh mahasiswa angkatan 2022. Dalam sesi ini, mereka membagikan pengalaman magang di berbagai instansi pemerintahan dan swasta, seperti Fajar Group, Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX Sulawesi Selatan dan Tenggara, Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Komunikasi dan Informatika, dan lembaga lainnya. Sosialisasi ini memberikan inspirasi dan gambaran nyata kepada mahasiswa lain tentang peluang dan kontribusi keilmuan sejarah di luar kampus.
Melalui Widyasena 2025, Departemen Ilmu Sejarah Unhas menegaskan komitmennya untuk menjadikan pembelajaran sejarah tidak hanya relevan secara akademis, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan media, kebutuhan masyarakat, dan tantangan dunia kerja. (*)