English English Indonesian Indonesian
oleh

Pemerasan LSM dan Teori Pejabat Menyimpang

Jika pejabat enggan memberi data, pejabat yang bersangkutan bisa diadukan ke Komisi Informasi Publik (KIP) untuk menangani ketertutupan mereka. Hal sama bisa dilakukan LSM jika permintaan data publik mereka kepada sebuah instansi tertolak atau diabaikan. Jadi bukan main paksa, seperti kelakukan Muhlis dari LSM Bidik.

Kartu LSM dan pers kerap mereka jadikan sebagai “all access”. Bahkan dengan bangga dan congkak menunjukkannya kepada pejabat, demi menebar rasa takut. Padahal, itu hanya modus dengan tujuan akhir memeras.

Tentu saja, aksi LSM-pers palsu ini terjadi karena adanya “keberhasilan” yang mereka dapatkan sebelumnya. Banyak kasek, kades, dan pejabat terpaksa menyetor duit setelah mendapat ancaman dari LSM-pers palsu. Akibatnya, praktik pemerasan LSM-pers palsu menjadi subur karena mereka mendapatkan keuntungan materi dari situ.

Tak bisa dimungkiri, tindakan LSM-pers palsu bisa jadi karena memang ada penyelewengan di dalam sebuah institusi. Oleh karenanya, sudah sepatutnya semua kasek, kades, dan pejabat berjalan di atas koridor dan regulasi yang benar. Praktik menyimpang akan menjadi celah bagi LSM-pers palsu untuk memeras.

Sepanjang para pejabat berada di jalan lurus, tak akan pernah ada ketakutan berhadapan dengan siapa pun. Bahkan berani berdiri menantang mereka untuk beradu pembuktian di pengadilan. Jangan sampai, selama ini mereka rutin “menyetor” kepada LSM-pers palsu karena memang terlibat dalam kejahatan, korupsi misalnya.

Jika mereka berjalan di jalan lurus, fondasi yuridis mereka sangat kuat. Mereka bisa melaporkan LSM-pers palsu itu menggunakan Pasal 369 KUHP yang mengatur pemerasan dengan ancaman pencemaran nama baik atau pengungkapan rahasia.

News Feed