Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf (Chairman of ASEAN Competition Institute – ACI)
FAJAR, MAKASSAR – Terdapat dua peristiwa yang mempengaruhi arah perekonomian global dalam dua minggu terakhir, yaitu: pertama, keputusan The Federal Reserve (The Fed) bank sentral Amerika Serikat (AS) untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,25 – 4,50 persen. Kedua, kesepakatan pelonggaran tarif impor antara China dengan AS.
Perubahan suku bunga acuan The Fed menjadi signal bagi pelaku pasar mengenai arah perekonomian global, secara khusus Emerging Market Economies (EMEs), seperti Indonesia. Suku bunga The Fed berdampak langsung terhadap likuiditas pasar keuangan, nilai tukar, harga saham, harga dan yield obligasi EMEs.
Suku bunga The Fed sangat menentukan perekonomian global karena peranan dolar AS dalam foreign exchange market yang sangat besar, yaitu transaksi over-the-counter (transaksi langsung) mencapai 88 persen dari total nilai 200 persen karena melibatkan dua mata uang secara bersamaan. Euro mencapai 31 persen dari total transaksi.
Sementara transaksi over-the-counter mata uang utama lainnya, seperti Pound Sterling, Inggris sekitar 13 persen dan Yen Jepang sebesar 17 persen. Sementara transaksi Renminbi sangat kecil, hanya 7,0 persen hingga 2023.
Hingga saat ini, penggunaan dolar AS dalam cadangan devisa bank sentral global juga sangat dominan. Sekitar 58 persen cadangan devisa global dinyatakan dalam dolar AS dan 23 persen dalam Euro. Hanya sekitar 4 – 6 persen dinyatakan dalam mata uang Renminbi, China.