Demikian juga dengan surplus neraca perdagangan yang mengalami penurunan dari 3,94 miliar dollar AS pada Januari 2025 menjadi 3,12 miliar dollar AS pada Februari 2025. Meskipun demikian, angka ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai surplus pada Desember 2024.
Sementara current account yang mencerminkan transaksi perdagangan dan keuangan antara perekonomian Indonesia dengan pihak luar negeri mengalami perbaikan, yaitu nilai defisitnya menurun dari 3,13 miliar dollar AS pada kwartal kedua 2024 menjadi 2,01 miliar dollar AS pada kwartal ketiga 2024, dan 1,15 miliar dollar AS pada kwartal keempat 2024. Terakhir kali perekonomian Indonesia mengalami surplus current account pada kwartal pertama 2023, sebesar 294 juta dollar AS.
Hal yang perlu diwaspadai adalah terjadinya deflasi 0,09 persen (year on year) pada bulan Februari 2025. Fenomnena ini menunjukkan penurunan harga barang dan jasa yang dapat disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat akibat mnerosotnya jumlah kelas menengah. Terakhir kali perekonomian Indonesia mengalami deflasi adalah pada Maret 2000.
Fenomena ini beresiko tinggi mengingat pertumbuhan ekonomi nasional digerakkan oleh pertumbuhan konsumsi masyarakat dengan kontribusi terhadap GDP sebesar 53 persen pada tahun 2024. Sehingga pelambatan belanja rumah tangga akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah ekonom dari lembaga-lembaga konsultan investasi global memproyeksikan bahwa pada kwartal pertama 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami pelambatan menjadi sebesar 4,9 persen. Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, sebesar 5,02 persen.