“Kalau di Kaltim bisa, kita juga harus bisa. Lambat atau cepat, bandar besar harus ditangkap, meskipun ada isu liar yang beredar soal backing dari oknum-oknum tertentu. Tapi bagaimanapun, narkoba harus diberantas,” tegasnya.
Sebagai perempuan yang lahir dan besar di Lembang, Pinrang, Bunda Syifa mengaku terkejut dengan kenyataan bahwa daerah asalnya kini termasuk dalam pusat peredaran narkoba.
“Saya kaget, sedih, dan marah. Pinrang dulu dikenal dengan potensi pertaniannya, bukan karena narkoba,” katanya dengan nada lirih.
Ia juga mengapresiasi kinerja Polda Sulsel dalam beberapa tahun terakhir yang berhasil menangkap sejumlah bandar.
Namun, ia berharap Kapolda yang baru bisa lebih berani dan tegas, bahkan terhadap anggotanya sendiri jika terbukti bermain-main dalam penanganan kasus narkoba.
“Jangan tunggu viral dahulu baru bertindak. Harus ada tindakan nyata sejak awal,” tambahnya.
Bunda Syifa menyadari bahwa berbicara lantang soal narkoba bukan tanpa risiko.
“Saya tahu pasti ada pihak yang tidak nyaman dengan pernyataan ini. Tapi bagi saya, tidak masalah. Ini adalah tanggung jawab moral saya sebagai orang yang peduli pada masa depan anak bangsa,” ujarnya tegas.
Ia menyoroti bagaimana Sidrap yang dahulu dikenal sebagai lumbung padi kini beralih menjadi wilayah peredaran narkoba yang parah, bahkan bergeser ke Pinrang.
“Kalau kita serius, bandar besar pasti bisa ditangkap. Kaltim saja bisa, masa kita tidak bisa? Ini bukan cuma soal hukum, tapi soal menyelamatkan masa depan anak-anak kita,” katanya dengan nada emosional.