“Lebih-lebih kesehatan mata, mengingat organ ini sangat vital untuk bekerja dan beraktivitas sehari-hari. Indra penglihatan mampu menangkap 80 persen informasi, dengan sisanya melalui indra pendengaran dan perasa. Salah satu ancaman utama pada kesehatan mata adalah tingginya prevalensi Retinopati Diabetik (RD) sebagai komplikasi serius diabetes melitus yang dapat menyebabkan kebutaan pada usia produktif,” kata dia.
Data International Diabetes Federation (IDF) 2021, sekitar 10,8 persen penduduk Indonesia mengidap diabetes melitus, dan sekitar 43,1 persen di antaranya berpotensi mengalami Retinopati Diabetik (RD) – yakni komplikasi serius yang dapat menyebabkan kebutaan bila tidak ditangani dengan tepat.
Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab kebutaan utama pada pasien berusia 20-64 tahun di seluruh dunia. WHO mencatat RD menyebabkan kebutaan pada 4,8 persen dari 39 juta penderita buta secara global, dengan prevalensi mencapai 34,6 persen.
Sementara di Indonesia, prevalensi penyakit RD mencapai 43,1 persen, termasuk 26,1 persen di dalamnya mengalami RD yang mengancam penglihatan. Di Indonesia, RD menjadi komplikasi diabetes kedua terbanyak setelah nefropati. Mayoritas penderita diabetes tinggal di negara berkembang dengan penghasilan rendah, dan di negara-negara ini – termasuk Indonesia, penatalaksanaan diabetes dan deteksi dini RD belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman yang ada.
Di Sulawesi Selatan sendiri, situasi RD masih perlu menjadi sorotan. Dengan populasi penduduk sekitar 9,4 juta jiwa, prevalensi diabetes melitus-nya mencapai 7,4 persen – atau berkisar 695.600 penderita. Studi pendukung yang dikumpulkan Juli 2023-Juni 2024 mendapati temuan menarik.