FAJAR, JAKARTA – Industri asuransi tengah melakukan perbaikan dalam berbagai aspek proses bisnisnya, menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Pasal tersebut sebelumnya memberi perusahaan asuransi kewenangan untuk membatalkan klaim secara sepihak.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Iwan Pasila, mengungkapkan bahwa perbaikan industri asuransi ini mencakup standardisasi ketentuan polis, proses klaim, dan proses underwriting. Langkah ini diperlukan untuk mendorong transparansi serta meningkatkan disiplin dalam seleksi risiko.
“Kenaikan beban usaha tidak menjadi masalah asalkan diimbangi dengan peningkatan pendapatan premi. Kami mendorong perusahaan asuransi untuk menerapkan prinsip dasar dalam penetapan premi dan underwriting, serta menjalankan proses yang baik dalam menetapkan kewajibannya,” ujar Iwan, Sabtu, 1 Februari.
OJK juga telah mengadakan pertemuan dengan asosiasi perusahaan asuransi guna membahas strategi implementasi perbaikan tersebut. Pertemuan lanjutan dijadwalkan setelah 9 Februari 2025 sebagai bagian dari tindak lanjut arahan OJK.
Sepanjang 2024, industri asuransi mencatat lonjakan beban usaha yang signifikan. Beban usaha perusahaan asuransi umum naik dari Rp1,37 triliun menjadi Rp16,95 triliun dalam periode Januari–November 2024. Sementara itu, beban usaha industri asuransi jiwa juga mengalami kenaikan tajam, dari Rp1,59 triliun menjadi Rp19,93 triliun.