Pesanan pembeli ke toko online diteruskan kepada produsen (supplier) di luar negeri. Selanjutnya, barang-barang tersebut dikirim menggunakan kargo udara dari bandara asal ke bandara tujuan yang selanjutnya dilakukan pembayaran bea masuk.
Setelah itu, barang-barang tersebut masuk ke gudang toko online, seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, JD.ID, Zalora, dan lainnya. Tahap lanjutan, menggunakan last mile, seperti TIKI, JNE, J&T dan lainnya untuk mengirim barang ke konsumen akhir. Hal yang paling penting adalah status barang pada saat dikirim oleh supplier dinyatakan sudah terjual (sold).
Konsep Makassar bounded zone untuk barang e-commerce adalah menyiapkan fulfillment centre di KIMA untuk pasar KTI. Dimana, bounded zone menampung barang-barang e-commerce yang sering dipesan pelanggan toko digital di KTI. Berdasarkan big data, barang dipesan dalam jumlah besar, dikapalkan dan disimpan di bounded zone, KIMA.
Barang-barang yang disimpan di bounded zone, KIMA belum dikenai pajak. Pembebanan pajak dilakukan pada saat barang tersebut keluar dari bounded zone untuk diantar ke pembeli. Sementara, jika barang-barang pesanan tersebut di-reexport ke negara ketiga, maka tidak dikenai pajak. Status barang dalam fulfillment centre adalah belum terjual.
Kelemahan e-commerce model lama tanpa bounded zone, yaitu: berbiaya tinggi karena pengirimannya menggunakan kargo udara, penjualan dilakukan secara retail sehingga harganya mahal, dan volume pengiriman dalam jumlah kecil.
Selain itu, e-commerce model lama juga memiliki durasi waktu lebih lama antara pemesanan hingga barang tiba di tempat pembeli. Sementara, terdapat potensi loss (kehilangan pendapatan) bagi negara karena barang masuk ke Indonesia secara retail (satu-satu).