Dalam tahapannya Tim Kuasa Hukum Ian menjelaskan beberapa hal dalam pokok perkara yang pada intinya menerangkan bahwa inti gugatan ini bukan semata melihat konteks masalah secara terpisah.
Ian memandang kondisi UIN Alauddin Makassar hari ini jelas menjadi cermin yang telah retak. Menampakkan wajah otoriter dengan memberikan batasan dalam menyampaikan aspirasi.
“Melalui gugatan ini, kami ingin menjelaskan kepada publik bahwa tindakan Rektor beserta jajarannya telah membunuh demokrasi di dalam kampus. Jelas pengaturan yang termuat dalam SE 2591 mengebiri hak dalam menyampaikan pendapat. 31 Mahasiswa yang diskorsing menjadi buktinya bahwa sudah tidak ada lagi demokrasi di Kampus UIN Alauddin Makassar,” tegas Ian.
Setelah berbagai upaya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa hingga berujung penangkapan oleh Kepolisian Polrestabes Makassar, mahasiswa menganggap sikap rektor UIN Alauddin beserta jajaran dekannya masih terus bebal.
Hingga saat pemeriksaan awal gugatan, tergugat (dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar) tidak menghadiri persidangan, Rektor beserta Dekannya abai terhadap hak mahasiswa.
“Kampus yang katanya peradaban malah mengebiri demokrasi. Malah membinasakan mahasiswanya sendiri. Hak-hak mahasiswa yang mengkritik nya mereka amputasi seolah mereka melihat kritikan sebagai satu tindakan kriminal. Bukan satu tradisi kampus yang khas, mereka dengan semua jejaring nya mempertontonkan kebrutalan akademik dengan menskorsing 31 mahasiswa.” kata Rezki, mahasiswa korban skorsing UIN yang sebelumnya telah memasukkan upaya gugatan.