Namun, solusi yang ditawarkan Romney juga memiliki banyak kelemahan sehingga tidak luput dari kritik. Strategi kebijakannya mengundang pertanyaan serius, seperti rencananya melakukan tax cut (pemotongan pajak) untuk kelas menengah atas, meningkatkan anggaran militer, menghentikan Obamacare dan liberalisasi sektor keuangan.
Pertanyaan kritis terhadap Romney saat kampanye, bagaimana membiayai militer jika sumber penerimaan negara dari pajak terhadap kelompok kaya diturunkan? Tantangan terbesar AS saat itu adalah normalisasi anggaran hingga rasio defisit fiskal menjadi 3 persen dari GDP dan rasio utang lebih kecil 30 persen dari GDP yang saat itu, tahun 2012 sekitar 120 persen GDP.
Pada saat yang sama, pemerintah AS tidak mungkin menerbitkan surat utang baru untuk membiayai anggarannya. Selain karena harganya murah dan berbunga tinggi, juga karena pemerintah AS dituntut untuk menormalisasi anggarannya sehingga rasio utang AS turun secara bertahap menjadi 30 persen dari GDP.
Selain itu, pemerintah AS tidak disarankan memilih opsi mencetak uang baru (money financed deficit) karena akan menyebabkan inflasi tinggi. Langkah ini dapat memperburuk kondisi masyarakat menengah bawah yang sudah menderita karena krisis. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab secara meyakinkan oleh Romney dalam beberapa sesi debat calon presiden AS.
Akhirnya, pelajaran paling berharga dari pemilu AS tahun 2012 justru paska Obama dinyatakan sebagai pemenang, seluruh rakyat AS bersatu kembali, berjuang menghadapi krisis ekonomi parah. Ungkapan terkenalnya, “the next chapter begins today” sehingga tidak ada waktu merayakan kemenangan, sejumlah pekerjaan berat dan besar untuk menyelamatkan perekonomian AS yang lagi sekarat telah menunggu.