Dari dalam negeri, pada triwulan kedua ada peningkatan permintaan korporasi untuk membayar dividen dan utang. Biasanya menggunakan USD. Pada triwulan ketiga, tidak ada lagi pembayaran tersebut.
”Persepsi sustanibilitas fiskal ke depan itu membuat sentimen yang berdampak pada tekanan nilai tukar rupiah,” beber Perry.
Da menekankan, pelemahan itu hanya dinamika jangka pendek. Untuk jangka panjang, Perry sangat optimistis rupiah bakal menguat. Sejumlah fundamental yang akan memengaruhi sentimen positif rupiah. Di antaranya, inflasi yang hanya 2,8 persen, pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, dan kredit tumbuh 12 persen.
”Kondisi ekonomi termasuk juga imbal hasil investasi itu faktor fundamental yang seharusnya mendukung rupiah menguat,” terang dia.
Keyakinan Perry itu didukung riwayat selama ini. Akhir tahun lalu rupiah juga sempat jeblok. Namun, kemudian berangsur membaik. ”Kami akan terus ada di pasar. Kami akan stabilkan nilai tukar rupiah,” tegasnya.
Perry menyebut Bank Indonesia punya cadangan devisa USD 139 miliar untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Selain itu, Bank Indonesia akan membeli SBN dari pasar sekunder. ”Kesimpulannya, secara fundamental trennya, jangan tanya hari per hari. Rupiah trennya akan menguat karena inflasi rendah, growth bagus, faktor fundamental itu bagus,” ucapnya. (sae/jpg/zuk)
======================
Biaya Produksi Membengkak
Sementara itu dari sisi pengusaha, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel, Suhardi menuturkan melemahnya rupiah dipengaruhi tingkat inflasi, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan pertumbuhan ekonomi.