English English Indonesian Indonesian
oleh

MENGELOLA RISIKO NILAI TUKAR

Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf

Dosen FEB Unhas

Lembaga investasi global yang berbasis di Wall Street, Amerika Serikat (AS) menerbitkan tulisan berjudul “Currency volatility: Will US dollar strength continue?”. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa Dollar AS mengalami penguatan justru pada saat perekonomian tidak stabil. 

Terdapat tiga faktor yang membuat Dollar AS mengalami penguatan terhadap beberapa mata uang utama dunia dan mata uang emerging market, seperti Indonesia, yaitu: kecenderungan inflasi tinggi di AS, resiliensi perekonomian AS, dan pasokan obligasi AS melimpah sehingga harganya turun dengan yield (imbal hasil) tinggi yang diikuti oleh suku bunga tinggi. 

Sebaliknya, nilai tukar emerging markets melemah terhadap dollar AS pada saat perekonoiannya baik. Hal ini terjadi dalam kasus Indonesia yang ekonominya tumbuh 5,1%, Vietnam 5,6%, Pilipina 5,7% dan Malaysia 4,2% pada kwartal pertama 2024 tetapi pada saat yang sama mata uangnya mengalami depresiasi.

Depresiasi tajam rupiah per dollar AS terjadi pada saat kondisi fundamental ekonomi Indonesia relatif baik. Hal ini tercermin pada beberapa indikator, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan jumlah uang beredar (JUB) yang terkendali. 

Depresiasi rupiah per dollar AS dapat dijelaskan dengan pendekatan Efficient Market Hypothesis (EMH) dan rational expectation. EMH menyebutkan bahwa pasar valuta asing akan bekerja secara efisien sehingga nilai tukar yang terjadi di pasar mencerminkan semua informasi yang diperoleh oleh pelaku pasar. 

News Feed