MAKASSAR, FAJAR — Kapital Muhammadiyah cukup besar. Dengan dana jumbo, perannya sangat signifikan menggerakkan perbankan syariah.
SAAT ini, tren positif kinerja Bank Syariah Indonesia (BSI) berpotensi terganggu. Perintah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah kepada pengelola amal usaha untuk menarik dana Rp15 triliun dari BSI pencetusnya.
Kejadian ini dianggap sebagai hal tidak biasa bagi sebuah bank, tetapi sudah menjadi fakta yang sudah terjadi. Tentu ada sebab mandasar sehingga Muhammadyah mengambil kebijakan tersebut.
“Sepertinya, sederhana jika alasannya hanya karena Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BSI tidak merangkul orang kepercayaan Muhammadiyah. Namun mungkin ada alasan lainnya yang lebih utama,” jelas analis keuangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Marsuki DEA, kemarin.
Dari sisi bisnis bank yang Good Corporate Governance (GCG), sebenarnya tidak ada hak pihak siapapun bisa memaksakan keinginannya untuk melibatkan pihaknya ke dalam organisasi pengelolaan bank. Hal itu bisa menimbulkan praktik conflict of interest (COI) yang bertentangan dengan nilai-nilai GCG perbankan.
“Dan saya kira Muhammadyah mengetahui aturan tersebut. Jadi mungkin ada masalah lain yang hanya diketahui oleh pihak terkait, Muhammadyah dan BSI sendiri,” sambung Marsuki.
Tentu saja kejadian ini dapat mempunyai dampak yang luas jika tidak diselesaikan oleh pihak terkait langsung, maupun oleh pihak otoritas terkait perbankan dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), atau pemerintah.
“Takutnya, gejala perilaku ini menular ke pihak nasabah besar lain, sehingga dapat nengganggu stabilitas sistem keuangan, khususnya perbankan,” tuturnya.
Yang jelas, hal ini akan memengaruhi pihak manajemen BSI dalam mengelola bank, karena dana yang ditarik Muhammadyah tersebut cukup signifikan jumlahnya, Rp15 triliun atau 5 persen dari DPK BSI.
Belum lagi amanat lainnya yang melarang menggunakan jasa perbankan BSI oleh berbagai unit-unit usaha Muhammadiyah seluruhnya.
“Sehingga seharusnya, masalah ini jangan dianggap masalah sederhana oleh BSI, pihak otoritas dan pemerintah, karena dapat menimbulkan efek menular yang tidak diharapkan, yang dapat merugikan banyak pihak, terutama instabilitas sistem perbankan dan keuangan,” terangnya.
Ke depan, sebaiknya hal-hal seperti ini dapat diantisipasi oleh pihak terkait, perbankan, nasabah, dan OJK atau pemerintah. Sebaiknya dicarikan solusi sejak dini sebelum merebak ke publik secara tiba-tiba.
Hal Lumrah
Analis Keuangan dan Perbankan Sutardjo Tui mengatakan persoalan pemindahan dana Muhammadiyah dari BSI ke bank syariah lain adalah hal yang biasa saja. Itu lumrah terjadi, tergantung pada kehendak pemilik dana, terlepas apapun alasannya.
Akan tetapi, dalam kasus ini, kemungkinkan pihak Muhammadiyah melakukan mitigasi risiko dengan membagi-bagi dananya ke berbagai bank syariah. Menerapkan pepatah “Jangan simpan telur dalam satu keranjang”.
“Persoalan tidak diakomodir menjadi salah satu direksi, semuaya tergantung pemilik saham,” kata Sutardjo.
Memang, kalau diperhatikan jumlah dana yang ditarik PP Muhammadiyah sangat signifikan sehingga akan mengganggu likuiditas BSI, apabila tidak segera mencari dana pengganti.
“Hal ini juga dapat mengganggu ekspansi pemberian kredit ke depan, dan semoga jaringan Muhamadiyah yang lain tidak melakukan penarikan dananya di BSI,” harapnya.
Maka dari itu, BSI disarankan segera melakukan pencarian dana baru untuk menyikapi hal tersebut. Sebab, jika tidak, akan berdampak negatif.
“Jadi dampaknya itu BSI akan kekurangan likuiditas dan akan mengganggu kinerja BSI, khususnya ekspansi kredit,” ujarnya.
Lawan Monopoli
Ketua Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Sulsel Heriwawan mengatakan bahwa keputusan PP Muhammadiyah mengalihkan dana dari BSI ke bank-bank syariah lainnya diambil untuk meminimalkan risiko.
Konsentrasi dana di satu bank dapat mengganggu persaingan sehat di antara bank-bank syariah. “BSI terlalu memonopoli dana simpanan umat,” kata Heriawan.
Dengan memecah penempatan dana, pihaknya berharap dapat memberikan kesempatan yang lebih merata bagi semua bank syariah untuk berkembang dan bersaing dengan adil dan sehat.
Selain itu, pihaknya melihat bahwa BSI belum maksimal dalam memberikan kompensasi penyimpanan dana yang cukup untuk mendukung aktivitas dakwah Muhammadiyah.
“Padahal dana yang disimpan Muhammadiyah secara kelembagaan sekitar Rp13 triliun, itu belum termasuk dana pribadi warga Muhammadiyah,” ungkapnya.
Muhammadiyah membutuhkan kerja sama yang lebih optimal dari pihak perbankan dalam mendukung kegiatan dakwah dan sosial Muhammadiyah agar dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.
“Keputusan ini juga didasarkan pada komitmen kami untuk mendukung perbankan syariah secara keseluruhan,” ucapnya.
Kata dia, Muhammadiyah selalu berusaha rasional dalam mengelola keuangan, dan pengalihan dana ini adalah bagian dari upaya konsolidasi untuk menciptakan ekosistem perbankan syariah yang lebih sehat.
“Kami percaya, dengan langkah ini, Muhammadiyah dapat berkontribusi lebih baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” terangnya.
========================
BSI: Kedepankan Pelayanan
Corporate Secretary PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Wisnu Sunandar menanggapi pemberitaan tentang keputusan Muhammadiyah untuk mengalihkan dana.
BSI memastikan berkomitmen untuk selalu melayani dan mengembangkan ekonomi umat melalui upaya kolaborasi dengan mitra strategis dan pemangku kepentingan. Juga senantiasa berkomitmen memenuhi ekspektasi seluruh pemangku kepentingan dengan menerapkan prinsip adil, seimbang, dan bermanfaat (maslahat) sesuai syariat Islam.
Perseroan juga akan terus berusaha memberikan pelayanan terbaik dan berkontribusi dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
“Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder dalam upaya mengembangkan berbagai sektor ekonomi umat,” ujar Wisnu dalam keterangan tertulis dilansir Antara.
Terlebih bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa,” kata Wisnu.
Wisnu mengatakan, BSI terus berkomitmen menjadi lembaga perbankan yang melayani segala lini masyarakat, baik institusi maupun perorangan, untuk meningkatkan inklusi dan penetrasi keuangan syariah.
Menjadi bank yang modern serta inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat merupakan misi BSI. Tentu saja dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah.
Selain menggandeng PP Muhammadiyah, BSI sebelumnya juga menjalin kerja sama dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) dalam penyaluran pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi KPR Sejahtera FLPP kepada pegawai di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Kerja sama dengan PP Muhammadiyah memacu inklusivitas dan penetrasi keuangan syariah di Indonesia. Kerja sama ini, untuk membantu pelaku UMKM yang berada di bawah naungan PP Muhammadiyah agar bisa naik kelas (upscale) dan menumbuhkan minat masyarakat yang ingin menjadi wirausaha.
Segmen UMKM merupakan salah satu fokus utama BSI di dalam pengembangan ekosistem halal. BSI telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan dengan total sebesar Rp59,2 triliun per Maret 2024, dengan porsi sektor UMKM mencapai Rp46,6 triliun. (sae-bs/zuk)