English English Indonesian Indonesian
oleh

Memilih Kepala Daerah yang Inklusif atau Eksklusif

Kedua, keputusan yang diambil oleh pemimpin eksklusif cenderung tidak mencerminkan perspektif dan pengalaman yang beragam, sehingga berpotensi kurang efektif dan adil. Bentuk ini sebagai kedangkalan pengalaman dan tidak mampu melihat ke arah perspektif yang lebih luas. Sehingga diperlukan cara pandang inklusif untuk mendambakan keadilan.

Ketiga, kurangnya keragaman dalam kepemimpinan dapat menghambat inovasi dan kreativitas, karena ide-ide dan sudut pandang baru tidak terwakili. Suara mayoritas pemenang pemilihan kepala daerah (pilkada) akan menampung aspirasi suara pendukungnya. Sehingga, suara minoritas khususnya suara calon yang kalah umumnya tidak terakomodasi.

Keempat, pemimpin eksklusif lebih rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi karena mereka mungkin merasa tidak terikat pada norma dan akuntabilitas yang sama seperti pemimpin yang lebih inklusif. Di sisi lain, jika terlanjur terpilih pemimpin yang eksklusif, maka masyarakat harus aktif untuk melakukan penyeimbang untuk mengingatkan pemerintah terpilih jika melakukan pelanggaran publik.

Kelima, kurangnya keragaman dalam kepemimpinan dapat membuat lebih sulit untuk mengawasi dan meminta pertanggungjawaban pemimpin, karena mereka mungkin dikelilingi oleh orang-orang yang tidak akan menantang mereka. Hal ini membuat kepemimpinan cenderung mengarah kepada korupsi seperti istilah ahli politik Lord Acton, power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Kekuasaan yang tidak eksklusif cenderung untuk melakukan korupsi disebabkan kurangnya pengawasan. Ada pengawas, namun komposisi pengawas lebih banyak dari pendukung penguasa. Ini akan menyebabkan tidak serius dalam melakukan pengawasan kinerja penguasa atau pemimpin terpilih.

News Feed