Oleh:
Alfina Ali Dollah
Mahasiswa FBS Universitas Negeri Makassar
Saat ini dalam program Magang Jurnalistik di Harian FAJAR
SEMAKIN lama, tukang parkir di Makassar sudah melewati batas kewajaran. Keadaan hati dan mood menjadi tidak karuan, ketika sedang berbelanja atau mengunjungi suatu tempat yang ditemui tukang parkir tidak senonoh.
Nyaris di setiap tempat, ada tukang parkir. Sebut saja di minimarket. Sudah banyak kejadian yang penulis alami belakangan ini, yang tidak masuk akal. Pertama, pada saat bulan puasa.
Membeli takjil di depan minimarket dengan mengendarai sepeda motor. Anehnya, motor berhenti tepat di depan si penjual takjil, tetap saja tukang parkir minta uang.
Kedua, saat membeli minuman di sebuah toko minuman di Gowa, bersama teman. Sudah jelas tertera “Parkir Gratis” di depan toko minuman itu, namun masih ada saja warga setempat yang menjadi juru parkir meminta uang parkir.
Ketiga, ketika penulis sedang membeli beberapa barang di minimarket. Awalnya, saat memarkir sepeda motor tak tampak batang hidung tukang parkir. Saat hendak pulang, muncullah seorang remaja membunyikan peluitnya.
Keempat, ketika penulis berada di kantor bank untuk mengambil uang tunai. Awalnya juga tidak ada tukang parkir. Setelah saya ke luar, muncul seorang ibu yang memberhentikan motor dan menagih uang parkir. Uang yang dipegang pas-pasan, harus lagi membayar tukang parkir yang tidak jelas itu. Ada juga yang pura-pura memberikan karcis, padahal itu karcil yang tidak resmi (ilegal).
Tidak sedikit tukang parkir jadi-jadian. Beberapa anak tongkrongan, tiba-tiba saja menjadi seorang tukang parkir.