Sementara itu, Irwan Akib menyebut dua kata kunci untuk menyimpulkan sosok Haedar Nashir, yakni Ideolog dan Sosiolog. Menurut Irwan, Haedar dapat disebut sebagai Ideolog Muhammadiyah, sebab ia merupakan tokoh yang merumuskan sistematisasi ideologi Muhammadiyah. Hal itu tidak lepas dari riwayat kekaderan Haedar, yang menjadi aktivis IPM sejak SMP di Bandung, hingga hijrahke Yogyakarta menjadi Ketua I Pimpinan Pusat IPM yang membidangi perkaderan.
“Selanjutnya beliau di Badan Pembinaan Kader mendampingi Pak Busyro Muqoddas. Beliau juga pernah menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah di era kepemimpinan Buya Syafii Maarif. Beliau yang paling memahami cara berpikir Buya. Lalu sejak 2015, menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah,” urai Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga itu.
Sebagai Sosiolog, kata Irwan, Haedar Nashir memahami betul karakter dan struktur Masyarakat Indonesia. Menurutnya, masyarakat Indoensia berwatak moderat, siap berbeda, dan mampu memahami perbedaan, yang diwujudkan dalam Pancasila. Muhammadiyah menyadari itu, dan merumuskannya dalam konsep ‘Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah’.
“Pak Haedar sebenarnya bukan hanya Sosiolog, beliau paham antropologi dan sejarah. Beliah sangat memahami perbedaan budaya dalam masyarakat, serta menguasai lekuk Sejarah Indonesia, bukan hanya mengingat tanggal dan jam, melainkan juga memberi makna dari setiap peristiwa Sejarah,” ungkap Guru Besar Pendidikan Matematika Unismuh Makassar itu.
Dengan latar belakang tersebut, menurut Irwan, sangat wajar jika Haedar mampu menawarkan konsep moderasi yang sejalan dengan karakter sosiologis masyarakat Indonesia.