OLEH: Rukman Abdul Rahman Said
Dosen IAIN Palopo/Pembina PMDS Palopo/Peserta Daurah Internasional Lazis ASFA di Mesir
Saya membaca sebuah tulisan dari Almarhum Dr. Ibrahim Al-Fiqi (Ibrahim Elfiky), seorang penulis dan motivator asal Mesir. Dia menceritakan sebuah pengalaman menarik yang pernah dialaminya, mengatakan:
Pernah suatu ketika saya melakukan perjalanan dengan membawa mobil sendiri ke Ain Sokhna (sebuah kawasan wisata pantai yang terletak di Provinsi Suez, Mesir) bersama keluarga.
Saat itu jam menunjukkan pukul dua dini hari. Sebelum berangkat, terlintas dalam pikiran saya untuk melirik jarum indikator bahan bakar. Jarum indikatornya sudah mendekati tulisan empty yang menunjukkan bahwa tangki bahan bakar hampir habis.
Sebelum berangkat, saya pergi membeli beberapa keperluan dan perbekalan, kemudian setelah itu langsung meluncur dan tidak teringat dengan masalah bensin. Di tengah jalan, baru sadar kalau tangki bensin mobil akan kosong saat dalam perjalanan.
Sesaat kemudian, lampu indikator menyala pertanda bahwa bahan bakar akan segera habis sepenuhnya setelah beberapa saat
Awalnya saya tidak begitu khawatir, berharap akan menemukan SPBU di jalan, namun seiring berjalannya waktu, dalam kegelapan yang kelam dan jalanan yang sepi, kegelisahan dan kecemasan mulai merasuki pikiran saya.
Saya menelepon seorang teman untuk menanyakan tentang pompa bensin terdekat. Dia memberi tahu bahwa jaraknya sangat jauh. Kecemasan berubah menjadi kepanikan. Semua persoalan hidup dan kesibukan yang selalu menyertai benak saya seketika menjadi sirna. Segala obsesi, impian, dan harapan sekarang hanya terfokus pada satu hal, yaitu SPBU.
Saya jadi tak lagi menginginkan apa pun dari dunia ini kecuali sebuah POMPA BENSIN. Semua persoalan yang terkait dengan pekerjaan yang selalu menghiasi benakku sampai beberapa menit sebelumnya telah menghilang sama sekali.
Sebuah cahaya muncul redup-rudup di hadapanku dari kejauhan. Sedikit harapan dan rasa gembira perlahan muncul di hatiku. Saya mendekati cahaya tersebut. Rupanya bukan pompa bensin, tapi sebuah rest area yang sangat tidak memadai.
Saya merasa frustrasi. Saya bertanya kepada pria yang berjaga tentang pompa bensin terdekat. Seluruh diriku berfokus pada mulut pria itu, menunggu jawaban.
Pria itu berkata: “SPBU terdekat berjarak sekira 3 km!” Hampir saja saya terlonjak dan memeluknya. Tapi saya sedikit khawatir jawabannya tidak akurat. Atau boleh jadi pompa bensin itu tidak memiliki persediaan bensin malam ini.
Lalu saya berangkat dan meneruskan perjalanan, mataku tak pernah lepas dari lampu indikator bahan bakar. Detik demi detik berlalu bagaikan tahunan.
Akhirnya, saya melihat pompa bensin di kejauhan. Ketika saya tiba tidak tampak seorang pun di sana. Saya mulai mencari seseorang untuk diajak bicara. Seorang pria akhirnya muncul dan saya bertanya kepadanya dengan rada cemas: “Apakah Anda punya bensin?”
Dia menjawab: “Ya!”
Itu adalah kata “ya” terindah yang pernah saya dengar dalam hidupku.
Saya segera bersujud syukur kepada Tuhan. Kemudian saya berangkat untuk melanjutkan perjalanan, merasakan seolah-olah sebuah kehidupan baru telah ditetapkan untukku.
Ibrahim Al-Fiqi melanjutkan ceritanya: Sebuah makna lalu muncul di benak saya “Bulan Ramadhan”. Ramadhan pada dasarnya adalah sebuah pompa bensin (SPBU) tempat kita mengisi bahan bakar untuk menempuh sisa perjalanan hidup ini. Bagaimana kita bisa menyia-nyiakannya? Apakah kita siap menanggung risiko mati kehausan? Bagaimana kita melewati satu-satunya SPBU lalu tidak mengisi bahan bakar?
Ramadan ini mungkin saja menjadi yang terakhir dalam perjalanan hidup kita! Artinya, stasiun dan perhentian terakhir untuk mengisi bahan bakar sebelum menghadap kepada Allah Swt.
Perhentian terakhir untuk bertaubat, meningkatkan takwa, memperbaiki diri, mengembalikan hak orang, menghormati orang tua, menjaga tali silaturahim, dan kembali kepada Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Zariyat, ayat 50: “Maka berlarilah kepada Allah”
Demikianlah halnya, di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus berputar, bulan suci Ramadhan datang bagai oase di padang pasir kehidupan. Seperti SPBU bagi kendaraan yang haus akan tenaga, Ramadhan menjadi pusat pengisian bagi jiwa yang haus akan spiritualitas.
SPBU Ramadan merupakan sarana di mana hati dan jiwa diisi dengan nilai-nilai kebaikan. Seperti pompa yang mengalirkan bahan bakar ke dalam tangki, ibadah yang dilakukan di bulan ini mengalirkan energi ke dalam hati yang lapar akan ketenangan.
Di sinilah setiap individu datang untuk mengisi spiritualitasnya. Puasa yang dilakukan sepanjang hari adalah tangki yang dipenuhi dengan kesabaran dan pengendalian diri. Shalat lima waktu dan taraweh adalah pompa yang mengalirkan kebaikan dan keakraban dengan Sang Pencipta. Sedangkan sedekah dan amal kebajikan lainnya adalah bahan bakar yang memberikan energi pada hati untuk selalu berbagi dan peduli kepada sesama.
SPBU Ramadan bukanlah tempat yang terbatas pada segelintir orang. Ia adalah tempat yang terbuka bagi siapa pun yang ingin mengisi hati dan jiwa mereka dengan keberkahan. Datanglah, baik miskin atau kaya, tua atau muda, semua dipersilakan untuk mengisi tangki spiritual mereka di sini.
Namun, seperti SPBU yang memiliki aturan dan tata tertib, Ramadhan juga memiliki peraturan yang harus diikuti. Tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga menahan lidah dari perkataan yang buruk, menahan tangan dari perbuatan yang tidak bermanfaat, dan menahan pikiran dari pemikiran yang negatif.
Setiap detik yang berlalu di bulan Ramadan adalah kesempatan bagi kita untuk mengisi kembali dan men-charge keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Sehingga, ketika bulan ini berakhir, kita telah memiliki tangki spiritual yang full tank, siap untuk melanjutkan perjalanan hidup dengan penuh keberkahan dan ketakwaan. SPBU Ramadhan, tempat di mana jiwa kita diisi dengan cinta, kebaikan, dan kedamaian dalam perjalanan menuju Allah swt.
Islamic Mission City al-Azhar, Kairo – Mesir
Jumat, 05 April 2024 M./26 Ramadhan 1445 H.