Meskipun seringkali terlibat dalam perdebatan dan argumentasi yang tampaknya sia-sia, hubungan antara Vladimir dan Estragon menunjukkan ketergantungan manusia terhadap orang lain untuk mengatasi kesendirian dan keputusasaan. Siklus dialog dan perdebatan mereka, yang tidak berujung itu, akhirnya terjebak dalam rutinitas tanpa menghasilkan perubahan nyata.
Peristiwa tersebut, dapat diartikan sebagai kritik terhadap stagnasi dan ketidakmampuan manusia untuk mengambil tindakan yang berarti. Terlepas dari ketidakpastian dan kemungkinan bahwa Godot mungkin tidak pernah muncul, Vladimir dan Estragon terus menunggu, yang menggambarkan sifat harapan manusia yang tidak pernah padam meskipun dihadapkan pada keputusasaan yang akhirnya menghadang mereka.
Menanti Godot adalah karya yang kompleks dan multi-tafsir, yang memungkinkan penonton atau pun pembaca untuk mengambil berbagai interpretasi dan pesan dari drama tersebut. Dengan kata lain, menanti kepastian Hak Angket di DPR RI, dapat ditafsirkan laksana “Menanti Godot”.
Vladimir dan Estragon, ibaratnya konstituen Paslon 01 (Anies-Muhaimin) dan Konstituen Paslon 03 (Ganjar- Mahfud) yang senantiasa berdialog, berinteraksi tentang kepastian bergulirnya Hak Angket.
Drama pun semakin berlarut-larut, ketika seorang anak laki-laki (si Boy) yang akhirnya muncul untuk memberitahu Vladimir dan Estragon bahwa Godot tidak akan datang hari itu tetapi pasti akan datang besok, akhirnya menjadi analogi tafsir atas situasi sidang pertama DPR RI atas tidak adanya kepastian (kebulatan suara pihak pengusung Hak Angket) pada hari itu.