“Mak, besok diangkat-mi bede barang-ta karena mau datang keluarganya,” ujar Rajab, anak bungsu Sarianong. Dia menceritakan kembali kepada FAJAR, Kamis, 29 Februari.
Ia bergegas merapikan pakaian dan barang-barangnya, segera meninggalkan rumah sebelum berganti tahun. Namun, sang anak melarang, ia khawatir atas keselamatan para keponakannya yang masih balita.
Seusai salat Subuh, 1 Januari 2024, Sarianong mengangkat kakinya dari rumah itu. Fajar belum terlihat, bahkan tertutupi awan-awan gelap. Ia membopong anak cucunya, pakaian dan barang-barangnya sekaligus dalam kondisi hujan. Sarianong basah kuyup sebelum tiba di tempat yang ia juga tidak tahu akan ke mana.
Tak sempat ia kabari anaknya yang sudah berkeluarga. HP jadul miliknya rusak, pulsa pun tidak punya. Suaminya, telah berpulang sejak 2011.
Tibalah di mana jalan tuhan menemuinya. Dalam kondisi basah kuyup saat itu, rumah terdekat dari gubuk yang ia dirikan saat ini, mengajaknya menginap di kediamannya. Hari-hari berlalu, ia berjalan di pinggir sepetak tanah. Seorang laki-laki datang menemuinya.
Ia lalu meminta agar diberi kemurahan hati, dapat membangun gubuk di bidang tanah milik orang itu. Sarianong pun mendapat restu.
Hanya saja, kondisi gubuk itu saat ini dalam kondisi yang memburuk. Jika hujan tiba, seluruh barang dan badan di dalamnya akan basah. Pembaringan berubah seketika, berderet duduk membungkus kaki dengan tangan.
Tidak ada yang bisa tidur dalam kondisi kehujanan. Ia bahkan harus menunggu hujan reda untuk melanjutkan tidur, meskipun itu baru terjadi ketika pagi sudah datang.