English English Indonesian Indonesian
oleh

Kisah Pelajar SMP yang Yatim di Gubuk Reyot, Pantang Putus Sekolah demi Ibu

Keadaan tak boleh membunuh harapan. Seberat apapun ujian melanda.

Muh Muchtasim
MAKASSAR

Sarianong Dg Ngai (66), wanita paruh baya, ibu bagi lima orang anak. Semangatnya terus menjulang, demi menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya.

Sudah tiga pekan ini, Sarianong tinggal di gubuk kecil seadanya. Gubuk itu berukuran dua kali tiga meter persegi dan harus menampung delapan orang. Dua anak dan lima cucunya. Tiga anaknya yang lain sedang merantau, mencari nasib baik yang baru, seperti yang ia yakini.

Gubuk yang terletak di seberang kanal besar di Jl Sungai Tidung Timur, Rappocini, Makassar, kira-kira satu kilometer dari Jl Hertasning itu hanya setinggi tiga meter. Balok bekas dan bambu rapuh diikat sedemikian rupa, hingga menjadi gubuk.

Dinding-dindingnya dibalut menggunakan karung dan terpal bekas. Spanduk-spanduk sisa-sisa kontestasi Pemilu menjadi alas dan plafonnya. Wajah para politisi di spanduk itu tersenyum dan menatap dengan sangat tajam kepada delapan manusia yang berusaha bertahan hidup, yang lelahnya dibayarkan dengan tidur bersilang kaki.

Arahnya tak beraturan, secukupnya bagi dua orang berukuran dewasa, tiga orang remaja, dan tiga lainnya adalah balita yang tidak tahu ketulusan selain tersenyum menikmati nafas yang diberikan tuhan.
Mereka tidur bersama kompor, alat mandi, pakaian habis pakai, makanan sisa, piring-piring dan panci, kardus-kardus bekas, serta setumpuk semangat yang kembali menjulang setiap pagi mereka bangun.

Gubuk itu masih cukup kokoh, bersandar pada sebuah pohon kersen yang tampak layu. Di sekitarnya semak-semak belukar dan tumbuhan liar yang hari ke hari ia bersihkan. Juga batu-batu pondasi besar, sebab ia dirikan gubuk itu di atas tanah berpondasi milik orang bijak yang dengan tulus hati merestuinya merangkai tempat berteduh.

News Feed