Dahulu, sepetak tanah itu jadi lahan tempat pembuangan sampah secara liar oleh masyarakat sekitar atau sekadar lewat. Namun, setelah Sarianong mendiaminya, lahan itu jadi bersih, tak ada satupun kantong berisikan sampah yang tersisa.
Tidak cukup layak untuk beristirahat, namun Sarianong sekeluarga mensyukuri itu. Bagaimana tidak, dalam waktu beberapa bulan ini, ia sudah berpindah dari satu rumah ke rumah lain.
Sarianong dahulu tinggal di Jl Skarda, rumah kerabat yang sudah ia anggap saudara. Suatu ketika, tahun kemarin, kerabatnya itu meninggal dunia. Meninggalkan istri dan tiga orang anak.
Sarianong merasa berat hati membebani istri kerabatnya. Ia lalu memutuskan minggat dan mencari tempat baru.
Ia sempat mengontrak bersama anak bungsunya selama dua bulan. Namun, harus kembali minggat usai anak yang di Kalimantan jatuh sakit, tak lagi punya daya mengirim biaya untuk bayar kontrakan sang ibu.
Pergilah ia ke rumah sang anak yang juga menumpang di rumah orang. Nasibnya mirip, pemilik rumah berdalih bahwa keluarga besarnya akan segera datang menetap. Maka, ia yang orang lain harus berbesar hati meninggalkan rumah itu.
Pilihan terakhir bagi ia adalah saudara jauh. Hanya sebulan diberi izin, ia kembali tertimpa nasih buruk, malah kini lebih sesak. Siang itu, penutup 2023, anaknya tetiba didatangi sang pemilik rumah dan mengatakan, bahwa ia harus segera meninggalkan rumah itu. Dalihnya serupa, keluarganya bakal datang menempati rumah itu.
Sarianong, kala malam tiba, sampai di rumah. Lelahnya masih terasa dan keringatnya masih bercucuran. Sepulang dari mengais rejeki, menyusuri jalan, menghantam panas, memungut botol-botol plastik untuk dijual.