Kekuatan pengaruh atau efek kekuasaan inilah yang juga menjadi pesan opini Ulil Abshar Abdalla di harian Kompas (baca kolom Analisis Politik, hal. 15). Sangat gamblang dinyatakan dalam opini tersebut bahwa kemenangan Prabowo yang berpasangan dengan Gibran (tentu masih kemenangan menurut hasil hitungan cepat), juga kemenangan Jokowi karena persepsi paslon 02 akan melanjutkan kebijakan yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi yang akan habis periodenya di 2024. Dalam bahasa Ulil, kemenangan Prabowo berarti rakyat masih menginginkan “pembangunan Indonesia ala Jokowi”.
Selain itu penjelasan efek kekuasaan atas kemenangan paslon 02 juga dapat kita pahami ketika menonton film dokumenter “Dirty Vote” yang ditayangkan sebelum pilpres. Film ini saya pahami sebagai data kliping informasi yang disistematisasi oleh tiga aktor yang dikenal sebagai pakar hukum. Film Dirty Vote juga dikutip oleh Ulil dalam opininya.
Kalau penonton menyaksikan film ini terurai sangat runtut adanya desain dari kekuasaan saat ini untuk mengondisikan kemenangan paslon 02. Mulai dari kekuasaan eksekutif (presiden, menteri, termasuk kekuasaan di daerah). Termasuk kekuasaan yudikatif, melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 90, yang telah dijelaskan oleh para pakar bahwa ini merupakan karpet merah bagi Gibran yang menjadi pasangan capres Prabowo. Termasuk kekuasaan legislatif (representasi parpol pendukung paslon 02) yang sangat berkorelasi dalam pilpres 2024. (*)