Tersangka SJ (47) mengaku menjual burung tersebut bervariasi untuk jenis burung nuri kepala hitam Rp1.500.000, dan untuk jenis burung nuri pelangi harga antara Rp400.000 sampai Rp500.000. Sedangkan untuk jenis perkici dora dengan harga Rp300.000 per ekornya.
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan SJ (47) dan FN (22) sebagai tersangka. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf “a” UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Saat ini, kedua tersangka dilakukan penitipan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Sulsel, Sabtu, 17 Februari 2024.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Aswin Bangun, menerangkan, pelaku merupakan pembeli sekaligus penjual satwa dilindungi.
“Kami berkomitmen untuk terus melakukan pengembangan dalam pengungkapan dan memutus jaringan perdagangan satwa liar dilindungi serta mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dan adanya jenis satwa lain yang diperdagangkan. Penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) Bangsa Indonesia. Kejahatan ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia,” tegasnya.
Ia menambahkan, perdagangan satwa liar merupakan kejahatan yang sangat merugikan dan termasuk dalam tindak kejahatan yang terorganisasi. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, perdagangan satwa liar dilindungi mengalami pergeseran dari cara perdagangan konvensional yang dilakukan di pasar-pasar, saat ini mengalami perubahan melalui media online dalam melakukan transaksinya.