Tingkat konsentrasi industri yang tinggi tercermin pada penguasaan pasar oleh 5 perusahaan terbesar di masing-masing sektor. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan pemerintah yang tanpa sadar memfasilitasi terjadinya penguasaan pasar melalui pengaturan tataniaga di sejumlah komoditas pangan strategis.
Kebijakan tataniaga pangan strategis menganut regim kebijakan sosialis di hulu (pembatasan dengan sistem quota) tetapi sangat liberal di hilir, yaitu persaingan dilakukan tanpa kontrol. Pada sisi hilir, pemegang quota impor dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan ketat dalam mendistribusikan barangnya.
Selain itu, kebijakan pemerintah juga cenderung menyuburkan integrasi vertikal dalam bentuk konglomerasi yang melindungi abused of monopoly position, yaitu penyalahgunaan penguasaan pasar dari hulu ke hilir. Kebijakan ini mengabaikan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan menengah dan kecil.
Reformasi Pasar
Sesuai dengan fakta-fakta dan sejalan dengan pandangan kedua ekonom yang disebutkan di awal tulisan ini, langkah strategis dan mendesak yang dapat dilakukan oleh presiden terpilih adalah mengoreksi secara fundamental ketimpangan penguasaan asset produktif melalui reformasi pasar (market reform).
Reformasi pasar difokuskan pada tiga agenda utama, yaitu melakukan regulatory review, mengakselerasi reformasi struktur pasar, dan mendorong perubahan perilaku di pasar oleh para oligopolis melalui penguatan kewenangan serta kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Regolatory review bertujuan untuk menilai ulang seluruh Undang Undang (UU), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Daerah (Perda) yang menciptakan hambatan masuk (barrier to entry) bagi pelaku usaha baru di setiap sektor strategis.