Seperti membakar sate atau ikan, sate atau ikannya mulai hangus lantaran si pembakar bicara terus, “ngelantur” ke sana kemari, luput melihat sate atau ikannya. Arang tidak hanya membara tapi juga sudah meluapkan api, menjilat sate dan ikan yang tampak gosong. Begitulah, hingga sisa tiga hari lagi pemilu berlangsung, gorengan fanatisme pendukung terhadap paslonnya telah membakar dan menghanguskan (membikin gosong) perasaan pihak yang berbeda (lawannya) yang sama fanatiknya.
Sekiranya bisa, ingin rasanya besok sudah hari pemilu. Lalu, kita berangkat ke TPS masing-masing untuk mencoblos. Dan, selesailah pencoblosan. Selesai pula goreng-menggoreng, menghangus-gosongkan isu dan info politik pemilu. Kita pun kembali kepada kehidupan yang normal. Bekerja tenang dan giat di tempat kerja masing-masing.
Kita rindu kepada kehidupan tanpa hoaks, tanpa isu galau, tanpa share info fitnah, tanpa video editan gosip dan gunjing, tanpa kiriman provokatif yang “diteruskan”,… yang bersileweran di medsos. Di depan mata kita yang membaca. Atau, membuat kita tidak jadi membacanya, karena takut membaca hoax, gosip, gunjing, fitnah, keburukan tokoh,… Ya, lebih baik dihapus saja. 1001 kali, atau lebih, rasanya kita sudah menghapus 1001 kiriman berupa info, tulisan, video, link, dan gambar di perkakas medsos kita. Akh, sekedar menjaga agar pikiran dan hati kita tidak terbakar dan gosong oleh pembakaran politik pemilu.
Sisa waktu tiga hari lagi, cukupkah untuk kita pakai guna mendinginkan dan menyejukkan iklim politik pemilu? Bisa, kok, kalau kita mau. Kata orang, “tidak ada kata terlambat kalau mau berbuat yang baik!”
Kalau begitu, mari setop ujaran kebencian, atau diam saja selama tiga hari ke depan. Mari stop menjelekkan paslon dan pilihan yang berbeda, atau diam saja selama tiga hari ke depan. Mari stop mengetik huruf dan kata yang pasti membakar dan menggosongkan perasaan pihak yang berbeda, atau diam saja selama tiga hari ke depan. Mari kita sama-sama belajar menyejukkan iklim bernegara-bangsa menuju pemilu yang tinggal tiga hari lagi.
Karena ingin pemilu segera usai, saya sangat ingin agar berlangsung cukup satu putaran, siapa pun pemenangnya.
Bisa saja paslon nomor 1 (Anies-Muhaimin), paslon nomor 2 (Prabowo-Gibran), atau paslon nomor 3 (Ganjar-Mahfud). Tidak masalah bagiku. Sebab, di mataku, ketiga paslon itu sama-sama baik! Yang masalah bagiku ialah menunggu lagi putaran kedua, ke bulan Juni 2024, empat bulan setelah putaran pertama. Sanggupkah netizen dan citizen kita mengubah corak tutur dan tulisan di medsos menjadi lebih jernih, sopan, dan beradab? Kuatkah netizen dan citizen kita untuk menyejukkan bangsa kita berjalan menuju ke putaran kedua? Saya belum yakin, kita sanggup!
Kenapa tidak kita wujudkan bersama pemilu ini satu putaran saja. Satu putaran pasti menghemat dalam hal: waktu, tenaga, dan biaya. Dengan satu putaran, kondisi demam pemilu yang sedang dirasakan, tidak diulangi dalam empat bulan memuju putaran kedua, yang berpotensi meretak-retak keutuhan sosial kita.
Kalau begitu, saya mengajak pembaca, mendorong keluarga dan netizen serta citizen untuk mencoblos paslon yang elektabilitasnya paling tinggi atau dekat ke 50%. Itu bisa Anies-Muhaimin, bisa Prabowo-Gibran, atau Ganjar-Mahfud.
Tuhan, semoga Engkau izinkan satu putaran pemilu. Kalau tidak, semoga negara dan bangsa kami tetap dalam lindungan kasih sayang-Mu, amin!