Oleh: dr. Iswahyudi, Sp.OT*
Indonesia sebetulnya belum bebas dari leprosy (kusta). Sayang, kebijakan tak terlalu memihak bagi mereka saat ini.
Tema yang diusung pada World Leprosy Day atau Hari Kusta Sedunia 2024 ini adalah beat leprosy. Tema ini memiliki dua makna, yakni bagaimana menghilangkan stigma negatif terhadap penderita kusta sekaligus berupaya untuk mengangkat martabat mereka. Pekan terakhir Januari ini dijadikan sebagai Hari Kusta Sedunia secara rutin setiap tahun.
Menurut Yayasan Dare This Indonesia (YDTI), sebuah lembaga nirlaba yang kegiatannya adalah memberikan dukungan bagi penderita kusta, dalam rilisnya pada 2021 menjelaskan bahwa penanganan kusta di Indonesia setidaknya memiliki tiga hambatan.
Kendala Kini
Pertama, berubahnya tiga rumah sakit (RS) yang sebelumnya merupakan pusat rujukan kusta, menjadi RS umum. Masing-masing Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Tajuddin Chalid Makassar, RS Sitanala Tangerang, dan RS Rivai Abdullah Palembang. Hal ini menyebabkan masing-masing RS berupaya menghilangkan label RS kusta dengan tujuan untuk mendapatkan pasien selain kusta sebanyak-banyaknya.
Kedua, aturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, membuat pasien-pasien kusta kehilangan akses. Terutama dalam hal koreksi disabilitas. Dalam hal ini keluhan claw hand (jari kiting)), yang dalam bahasa daerah di Sulsel dikenal dengan istilah kandala, yang diderita dipandang sebagai keluhan kosmetik ketimbang disabilitas. Akibatnya, penanganan semacam ini tertahan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).