Mengenang perjuangan rakyat Luwu pada 23 Januari 2024, salah satu cara adalah dengan mengingat kembali janji Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Beliau pernah berjanji bahwa Luwu akan diangkat menjadi daerah istimewa seperti Aceh dan Kesultanan Yogyakarta.
Paling tidak, dalam konteks heroisme bersejarah ini dapat menjadi semangat untuk merealisasikan janji Soekarno tersebut, mungkin dengan menjadikan kawasan Luwu, yang saat ini telah berkembang menjadi beberapa kabupaten/kota seperti Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, dan Kabupaten Luwu Timur, sebagai salah satu provinsi tersendiri di Sulawesi.
Secara keseluruhan, perjuangan rakyat yang dipimpin oleh para pemimpin/bangsawan Kedatuan Luwu menawarkan banyak pelajaran yang dapat diambil. Para bangsawan tinggi Luwu memaknai perjuangan demi kepentingan rakyatnya, sesuai dengan konsep “Lontara Latoa” yang menyebutkan bahwa Kerajaan Luwu diberikan oleh Dewata Sewaue Alebireng (kemuliaan).
Nilai Sejarah
Salah satu pernyataan menarik yang pernah disampaikan oleh sejarawan B. Croce, seperti yang dikutip oleh Kartodirdjo (1983: V), bahwa “Setiap sejarah yang benar adalah sejarah masa kini.” Pernyataan ini didasarkan pada dua asumsi utama. Pertama, setiap generasi selalu cenderung mengambil nilai-nilai sejarah sesuai dengan kepentingan dan relevansinya pada masa itu. Kedua, pernyataan ini terkait dengan perbedaan interpretasi yang muncul sesuai dengan semangat zaman di mana seorang penulis sejarah hidup.
Dengan merujuk pada adagium tersebut, dalam konteks yang ketat untuk memahami sejarah perjuangan rakyat Luwu, khususnya pada 23 Januari 1946, dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sejarah dengan tujuan pragmatis dan sejarah dengan tujuan akademis. Dalam konteks ini, fokus lebih tertuju pada pemahaman sejarah dengan orientasi pragmatis.