Di Africa (sebutan Tunisia saat itu), Mazari menuntut ilmu dan menjadi salah satu ulama besar di zamannya. Karya Imam Al Mazari, Īdhāh Al Mahsūl min Burhān Al Ushūl merupakan komentar terhadap Al Burhan, masterpiece Imam Al Guwainy.
Mahkamah, yang juga Pembina dan Pengkaji Risalah Nur mengungkapkan, disertasi ini berusaha menjawab pertanyaan tentang gagasan-gagasan orisinal yang diadopsi oleh Al Mazari, kritik-kritik yang dilontarkan Al Mazari terhadap Al Juwainy dan sejumlah grand master Ushul Fiqh. Beberapa isu yang dilontarkan oleh Al Mazari memicu kritik juga yang menjadi sisi lain tulisan ini.
Semua materi pembahasan dalam penelitian ini hanya terfokus pada bagaimana mengasah kompetensi pembacaan teks-teks agama, yang menjadi prasyarat pengambilan hukum.
Terkait dengan penetapan fatwa yang relevan dengan realitas, dibutuhkan kompetensi lain selain, pembacaan teks, seperti kompetensi pembacaan realita, kemampuan menakar kemaslahatan dan kemudaharatan, visi futuristik dan melihat konsekuensi sebuah fatwa.
Dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat, seorang praktisi dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi tersebut.
Mahkamah menambahkan, dalam melihat persoalan dam tamattu (menyembelih hewan sembelihan karena melakukan tamattu’ (bersenang-senang) dengan melakukan ibadah umrah, untuk kemudian berhaji ketika masa haji sudah masuk) dan qirān, misalnya, yang menjadi problem di Musim Haji, dengan durasi waktu penyembelihan yang sangat singkat (harus dalam masa haji, dengan perbedaan ulama dalam memahami “masa berhaji”, prasyarat medis penyembelihan, distribusi daging dari penyembelihan, yang aslinya ditujukan untuk fakir miskin, fuqara Tanah Haram.