English English Indonesian Indonesian
oleh

Setop Perusakan Hutan Mangrove di Kepulauan Tanakeke Takalar

Rata-rata untuk satu titik mangrove yang dibabat luasan lahannya sekitar 200-400 meter, dimana arang yang dihasilkan warga maksimal 10 karung saja. Secara matematis, jika dihitung dengan proses kerjanya yang mulai dari menebang hingga membakar, hasilnya justru sangat tidak sebanding dengan uang yang didapatkan.

Mangrove ditanam dengan bibit yang cukup sulit didapatkan. Ditambah lagi masa pertumbuhannya yang memakan waktu 7-10 tahun lamanya hingga matang.

Ini jelas menunjukkan situasi yang sangat merugikan, terlebih mangrove memiliki manfaat begitu besar untuk kepentingan masyarakat dan lingkungannya, namun justru hanya dijadikan arang yang nilainya tidak seberapa.

Belum lagi, dalam situasi ini warga tampak hanya dimanfaatkan oleh para tengkulak. Arang yang mereka hasilkan dibeli murah, lalu dijual kembali dengan harga mahal ke pemborong di kota.

Penelusuran FAJAR, ada sekitar empat orang yang diduga menjadi tengkulak tanaman bakau di wilayah Kepulauan Tanakeke. Hampir semua dari mereka kemudian menjualnya ke salah satu koperasi yang ada di Jl Rajawali, Makassar.

Pengawas Perikanan SDKP, Deasy Ariany Amin menyampaikan, nantinya tidak akan ada lagi ruang untuk mata rantai yang merusak ekosistem laut seperti pembabatan mangrove yang terjadi di Kepulauan Tanakeke, bahkan Sulsel secara luas.

Pemprov Sulsel, kata dia, segera membentuk Satgas Jaga Laut atau Forum Tindak Pidana Perikanan yang terdiri dari sejumlah instansi terkait, termasuk melibatkan aparat desa dan masyarakat umum di dalamnya. Nantinya satgas ini akan mencegah dan menghentikan pembabatan mangrove di seluruh kawasan pesisir pantai di Sulsel.

News Feed