SuarA: Nurul Ilmi Idrus
Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Firli Bahuri (FB) adalah dua orang yang secara nasional dikenal publik. SYL pernah menduduki segudang jabatan, mulai dari camat hingga Menteri Pertanian (Mentan), memiliki karier politik yang mumpuni, dan pernah menjabat sebagai Sekertaris DPP Partai Golkar Wilayah Sulsel (1993-1998). Namun di tahun 2018, ia beralih ke Partai Nasdem dan menjadi ketua DPP (2018-2023).
FB pernah menjadi Wakapolda Jawa Tengah, Kapolda NTB, Deputi Penindakan KPK, Kapolda Sumatera Selatan, Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri (Kabaharkam), Analis Kebijakan Utama Baharkam Polri. Setelah purna tugas di kepolisian, jendral polisi bintang 3 ini mulai meniti karir di pemerintahan, dan menjadi Ketua KPK sejak tahun 2019 hingga sekarang.
Sejauh ini karier SYL selalu berakhir dengan baik, nalebbaki baji’ kata orang Makassar. Namun jabatan tertinggi sebagai Menteri justru menjadikan SYL sebagai tersangka kasus korupsi di Kementan dalam kaitan dengan dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Penetapan tersangka SYL terjadi ketika yang bersangkutan sedang berada di luar negri, sempat dinyatakan hilang dan diduga “menghilangkan diri” karena statusnya. Tapi kemudian jadwal kepulangannya terdeteksi dan tak sedikit yang menduga, SYL akan langsung ditangkap di Bandara. Namun, dugaan ini meleset, SYL bahkan masih berkesempatan untuk mendatangi Polda Metro Jaya yang diduga untuk melaporkan kasus pemerasan terhadapnya oleh Ketua KPK, mengunjungi kantor Kementan untuk berpamitan pada bawahannya, berpamitan ke Jokowi, menemui Surya Paloh, mengunjungi ibunya di Makassar, kembali ke Jakarta sebelum akhirnya dijemput paksa oleh KPK, yang konon karena ditakutkan ia melarikan diri. Padahal, menurut pengacaranya, SYL akan kooperatif dan akan menyerahkan diri keesokan harinya, sebagai konsistensi pernyataannya: “berani berbuat, berani bertanggung jawab”. Tarik ulur penangkapan SYL ini menimbulkan spekulasi publik yang ambivalen. Di satu sisi, KPK seakan tak bertaring; di sisi lain, KPK ingin unjuk taring dengan menangkap paksa SYL, seakan KPK begitu garangnya. Iyakah?
Sebagai Ketua KPK, FB tak pernah berhenti jadi sorotan dalam kaitan dengan pemberantasan korupsi di Indonesia, bukan karena prestasinya, tapi karena sederet masalah justru menderanya dan menyebabkan KPK dipertanyakan integritasnya. FB memiliki riwayat mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang sedang berperkara, seperti main tenis dengan Tuan Guru Bajang (mantan Gubernur NTB), bertemu dengan Gubernur Papua non-aktif Lucas Enembe, dan yang fenomenal adalah bertemunya FB dengan SYL di lapangan tennis saat KPK tengah melakukan penyelidikan dugaan kasus korupsi di Kementan di akhir tahun 2022, yang meningkat menjadi penyidikan pada tahun 2023. FB telah diperiksa sebagai saksi, demikian juga dengan ajudannya, rumahnya telah digeledah, dan disita barang bukti. Dalam kacamata penegakan hukum, semua hal tersebut menunjukkan bahwa penegak hukum telah yakin dengan peristiwa pidananya.
Sementara SYL telah ditangkap paksa, FB justru mangkir dari panggilan Polda Metro Jaya atas kasus pemerasan terhadap SYL dan Dewan Pengawas (Dewas) atas pelanggaran etik. Ketika akhirnya FB memenuhi panggilan Polda Metro Jaya dan Dewas, ia enggan menemui dan diwawancarai wartawan setelahnya. Why?
Publik mendesak FB untuk mengundurkan diri sebagai Ketua KPK dan Jokowi diminta mengambil sikap soal FB. Tapi FB tidak bergeming, ia tidak bersedia mundur, bahkan menganggap bahwa segala tuduhan yang ditujukan padanya adalah bentuk “serangan balik” para koruptor. Jokowi juga tidak mengambil sikap. FB malah tetap percaya diri “menjual” jargon Indonesia bersih dari korupsi. Akankah FB menjadi tersangka? Maybe yes, maybe not! Tapi, paling tidak ini menunjukkan betapa powerfull-nya seorang FB.