FAJAR, MAKASSAR-Teater Anak Ketjil berhasil memperoleh penghargaan sebagai penampil terbaik pada ketegori anak-anak dalam gelaran Festival Pertunjukan Cerita Panji Anak-anak dan Remaja tingkat nasional di Malang pada 11-12 Oktober. Kompetisi yang digelar oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan ini adalah bagian dari rangkaian kegiatan ASEAN Panji Festival 2023 menghadirkan 20 penampil sebagai peserta finalis untuk kategori anak-anak dan remaja dari berbagai daerah.
Melalui kompetisi ini, Teater Anak Ketjil yang dikelola oleh Komunitas LIterasi Kedai BUku Jenny berhasil menjadi satu-satunya finalis yang lolos dari Sulawesi.
Kesempatan ini membuka peluang untuk memperkenalkan warisan budaya, cerita rakyat dari Maros bertajuk Toakala dan I Bissu Daeng pada gelaran budaya tingkat nasional.
Sebelas aktor yang dibawa Teater Anak KetjiL adalah murid murid dari SDN 127 Inpres Moncongloe Maros. Harnita Rahman selaku sutradara dan sekaligus penulis naskah mengakui bahwa proses penggarapan karya ini dikerjakan kurang lebih 3 bulan.
Pementasan Toakala dan I Bissu Daeng adalah salah satu naskah yang digarap dan dipentaskan dalam program Panggung Gembira Teater Anak KetjiL yang berkolaborasi dengan SDN 127 Inpres Moncongloe kemudian diikutkan seleksi dengan mengirimkan video pementasan pada panitia Festival Cerita Panji kategori Anak Anak.
Setelah dinyatakan lolos, 11 anak beserta tim terbang menuju Malang dan mementaskan karya mereka di Studio UB TV, di Gedung Rektorat Universitas Brawijaya, Malang pada tanggal 10 Oktober 2023.
Pementasan Toakala dan I Bissu Daeng dikemas dalam bentuk drama musikal dengan Rahmianti Amir sebagai penata gerak dan Haryudi Rahman sebagai penata musik.
Mengangkat epos romantis Toakala dan I Bissu Daeng dalam lakon yang diperankan anak anak diakui Harnita Rahman adalah upaya mendekatkan cerita rakyat sebagai objek pemajuan kebudayaan dengan keseharian anak anak.
Naskah yang ditulis Harnita Rahman dikemas sangat kontekstual dengan jaman sekarang. Cerita Toakala bukan hanya cerita cinta namun cerita dimana manusia mengganggap dirinya sebagai makhluk tertinggi yang merasa punya kuasa menghancurkan makhluk lainnya. Kenyataan itu dikaitkan dengan kebiasaan manusia yang secara membabi-buta memporandakan hutan bersama segenap ekosistem yang hidup di dalamnya.
Mengangkat cerita ini dalam lakon drama tari dan musikal yang diperankan anak adalah sebuah tantangan yang menyenangkan, menurut Harnita Rahman.
Toakala dan Bissu Daeng adalah lagenda dari Kabupaten Maros Sulawesi Selatan yang berkisah tentang asal muasal kera berekor pendek Macaca Maora, satwa endemik di Maros, yang terancam punah.
Meskipun dongeng Toakala dan Bissu Daeng adalah epos romantis yang berujung pengkhianatan, namun melalui dongeng ini, Harnita Rahman selaku penulis naskah melakukan modifikasi cerita untuk menyesuaikan kondisi terkini Kera Macaca Maura yang mulai punah akibat habitatnya terganggu.
Gagasan kritis serupa ini, menurut Harnita Rahman adalah cara mendekatkan cerita rakyat, mitos, atau legenda pada kehidupan hari ini. Berkesenian dan berkebudayaan adalah laku keseharian, tidak berdiri sendiri apalagi bebas nilai, ujar Harnita Rahman.
Teater Anak KetjiL sudah menggemakan kesedihan dan kemarahan Toakala dan rakyatnya di hadapan penonton di Malang. Dan keberhasilan itu harus dicatatkan. Semoga tidak berhenti berkarya Teater Anak KetjiL. Adapun aktor-aktornya, Suar Asa Benderang, Dzakira Talita Zahra, Nur hikmah wanimah, St. Rumi Zulkarirah, Andi Thufail Al Zaidi, Raisa Kiandra Rosdin, Nur Hijrah, Athifa Maulida Khanza, Nayla Dwi Ramadhani, Putri Cahya Dewi, dan Muh.Rizky Ramadhan. (*)