FAJAR, PANGKEP– Hampir dua tahun, ada 80 rumah yang bergantung malamnya hanya dengan pelita ataupun lilin, tidak dengan cahaya lampu dari aliran listrik seperti pada umumnya masyarakat.
Itu terjadi di Pulau Lamputang, Desa Mattiro Dolangeng, Kecamatan Liukang Tupabiring. Minyak tanah yang dibeli di warung-warung itu sangatlah membantu. Menjadi pelita di malam hari. Minyak tanah jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang didistribusikan PT Pertamina Patra Niaga itu sampai ke Pulau Lamputang yang jarak tempuhnya dari Ibu Kota Kabupaten Pangkep memakan waktu 2-3 jam dengan kapal nelayan.
“Jadi penerangan di malam hari kita pakai pelita, itu dibuat dari kaleng susu bekas, kemudian diberi sumbu, bahan bakarnya pakai minyak tanah supaya bisa menyala,” ungkap salah seorang warga Pulau Lamputang, HI kepada FAJAR.
Meski harus membeli di warung, warga mengaku tidak jadi masalah. Asalkan ada penerangan di malam hari. Setengah liter minyak tanah mereka pakai bertahan hidup untuk memperoleh cahaya di malam hari itu hanya bertahan dua atau tiga malam.
“Setengah liter itu harganya Rp15 ribu. Biasa kita pakai sampai tiga malam. Ini paling sering dipakai karena anak-anak belajar kalau malam atau kerja PR dari sekolahnya. Karena kalau tidak ada ini pelita terpaksa dikerja pas sore hari,” paparnya.
Bagi HI dan ratusan warga lainnya di Pulau Lamputang, kehadiran minyak tanah di warung-warung sangatlah berharga. Sebab jika stok minyak tanah habis maka terpaksa para warga gelap-gelapan tidak ada pelita yang bisa menyinari.