Asmiati,
Baruga AP Pettraani Unhas
Suara gendang bertalu-talu dengan tarian paduppa menyambut penonton. Irama gendang dan kecapi terus diharmonisasikan dalam orkes to riolo di pentas Teater Kampus Unhas (TKU) di Baruga AP Pettarani Unhas, Minggu, 27 Agustus bertajuk Philia.
Bukan hanya musik, tiga pertunjukan lainnya ditampilkan, monolog Sang Dalang yang disutradarai Resky Ramadhan Rusdi, Pengadilan Jalanan merupakan naskah Aspar Paturusi yang sutradara Mutmainnah, dan Teater Bau Mulut dengan sutradara Aan Halim Aras dan naskah Fail Pattontongan. Ketiga karya tersebut menceritakan isu-isu sosial terkini. Ketiganya masing-masing memiliki makna dan pesan kepada penonton.
monolog Sang Dalang, didalam gelap berulang-ulang digemakan tiga kata ‘uang, kekuasaan, dan reklamasi’. Ketiga kata ini terus menggaung di telinga penonton, bersahut-sahutan, begitu cepat dan diucapkan seperti mantra, seolah-olah ingin menyampaikan kepada yang mendengar bahwa tiga kata inilah yang ingin disampaikannya.
Setelah suara perlahan meredup, dari atas panggung, lampu menyorot seorang perempuan membuka monolognya dengan kata yang sama ‘Uang, Kekuasaan dan Reklamasi’. Monolog memiliki kisah kedua orang tuanya tewas dengan misterius.
Perempuan itu percaya kematian kedua orang tuanya tidaklah wajar dan sampai akhirnya tidak menemukan ‘Sang Dalang’ di balik kematian Ibu disusul Ayahnya, dia menduga erat kaitannya dengan uang, kekuasaan, dan reklamasi.
Sutradara Sang Dalang, Resky Ramadhan Rusdi mengungkapkan, ketika uang dan kekuasaan menjadi satu, apapun dapat dilakukan. “Menukarnya dengan nyawa pun bisa,” nyawa yang dimaksud di sini adalah nyawa kedua orang tua tokoh “Aku” yang menghalangi ‘Sang Dalang’
Pentas Pengadilan Jalanan. Adanya konflik kedua kubu yang membuat pemerintah harus bersikap. Kubu-kubu ini terus berkonflik dan kembali menyatu dengan dialog dengan pemerintah. Kata “Damai, Damai, Damai” sebagai akhir pentas tersebut.
Sementara teater Bau Mulut, yang disutradarai oleh Aan Aras dan ditulis oleh Fail Pattontongan. Dari awal pertunjukan, Teater Bau Mulut penuh dengan situasi panggung yang berantakan, properti dimana-mana, porakporanda, sangat berisik dan ramai, semua orang berdebat-mendebat, menggambarkan situasi saat kemunculan Covid 19, tatanan dunia berantakan, dari ekonomi, pendidikan, dan seterusnya.
Aan menyebutkan, naskah ini sebagai respons atas penyakit yang muncul pada tahun 2019 lalu, yaitu Covid 19. Memunculkan banyak sekali perdebatan, teori, spekulasi, gagasan yang sampai penyakit ini hilang pun tidak diketahui apa sebenarnya yang ada pada Covid 19, apakah ia sebuah penyakit pandemi, sebuah konspirasi negara adikuasa, atau gagasan lain.
Dari awal pementasan hingga selesai, TKU menuai banyak sekali tepuk tangan dari ratusan penonton yang memenuhi Baruga. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unhas, Prof Muhammad Ruslin turut menonton pertunjukan dari awal hingga akhir mengatakan, semua penampilan memiliki makna dan arti yang diselipkan. Sulit menghasilkan karya yang demikian.
Bagi mahasiswa yang agar aktif dan mengikuti kegiatan kemahasiswaan, baik di tingkat universitas, fakultas maupun jurusan. Hal tersebut sejalan dengan hadirnya kurikulum Unhas yang baru, yaitu K23. Ia sebut kegiatan kemahasiswaan akan dihitung menjadi SKS. Kurikulum baru memberikan 20 SKS. (mia/*)