Oleh: Muh. Rifky Nugraha, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar
Sistem proporsional terbuka adalah salah satu sistem Pemilihan umum (Pemilu) yang menyediakan wadah kontestasi politik di legislatif untuk memperebutkan kursi parlemen. Kursi parlemen ini akan diperebutkan oleh masing-masing partai politik peserta Pemilu. Di mana aspek yang dijadikan pertimbangan adalah berdasarkan perolehan suara yang didapatkan partai politik. Pada sistem ini rakyat diberikan kebebasan untuk memilih secara langsung calon anggota DPR/DPRD yang diorbitkan oleh partai politik.
Jika merujuk pada pemikiran Prof. Jimly Asshidique, pelaksanaan Pemilu memiliki empat tujuan mendasar di antaranya, pertama dapat menciptakan suasana pemilihan wakil rakyat dan pemimpin pemerintah yang damai dan tertib. Kedua, mampu menciptakan rotasi anggota DPR/DPRD provinsi dan kab/kota dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat yang mampu mewakili kepentingan masyarakat di parlemen. Ketiga, tujuan Pemilu adalah melaksanakan kedaulatan rakyat. Keempat, untuk memberikan wadah bagi seluruh masyarakat dalam menyalurkan hak partisipasi politiknya sebagai warga negara Indonesia. Sistem proporsional terbuka dapat menciptakan suasana interaksi sosial, massif dan aktif antara calon legislatif dan masyarakat yang ada di setiap daerah pemilihannya. Kelebihan nyata yang dibawa oleh sistem proporsional terbuka adalah transparansi dan akuntabilitas yang dapat membuka pola pikir masyarakat agar lebih selektif dalam menilai dan memilih calon legislatif secara rasional.
Jika kita merujuk pada sila ke empat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Makna dari sila tersebut adalah mengamanatkan bahwa pelaksanaan proses kekuasaan dan penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia mesti diterapkan oleh rakyat. Dengan berlandaskan pada karakter kebijaksanaan yang diimplementasikan melalui musyawarah dan perwakilan. Penyelenggaraan system proporsional terbuka adalah langkah tegas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena secara hostoris-folosofis, Indonesia berdidiri dan lahir berdasarkan semangat kebersamaan, persatuan dan gotong royong. Di mana setiap pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan dibahas dan dudukkan secara bersama-sama. Proses tersebut melibatkan seluruh elemen masyarakat, tanpa adanya perantara yang diwakili oleh individu atau kelompok individu. Dalam negara demokrasi rakyat harus aktif terlibat dalam memantau, mengevaluasi, memberikan kritikan, dan masukan terhadap jalannya proses pemerintahan.
Aspek normatif yang menunjang penyelenggaraan sistem Pemilu proporsional terbuka juga tertuang dalam sila ke lima Pancasila, yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk merasakan keadilan tersebut, maka setiap pengambilan keputusan dan pemilihan anggota legislatif mesti melibatkan rakyat secara langsung. Makna yang terkandung dalam sila ke lima tersebut adalah bagaimana memberikan ruang yang sebebas-bebasnya bagi masyarakat untuk mengetahui, menilai, memahami, dan memilih para calon anggota legislatif yang ada di wilayahnya secara langsung tanpa melalui perantara.
Penegasan demokrasi yang terjaga dengan menggunakan sistem Pemilu proporsional terbuka, yaitu menegaskan kepada masing-masing Partai politik untuk tidak serta merta merekrut calon anggota DPR dan DPRD. Karena untuk memberikan pelayanan terbaik demi kepentingan rakyat, individu yang diorbitkan mesti memahami teori, praktek dan pendidikan politik yang baik. Calon anggota legislatif tidak dapat diorbitkan ketika hanya mengandalakan popularitas dan modal kekayaan semata. Demokrasi tidak mempertimbangkan satu aspek untuk menjalankan pemerintahan yang baik, tetapi mesti melihat aspek idealisme, kejujuran, humanisme, integritas, kepedulian dan kepekaan dalam merespon segala kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan masalah sosial yang ada. Untuk menentukan calon anggota legislatif memang diperlukan penyerapan aspirasi antara masyarakat dan partai politik mellaui proses musyawarah.
Demikian pula, penegasan demokrasi yang muncul dengan sistem proporsional terbuka adalah menciptakan interaksi sosial dan hubungan yang dinamis antara calon legislative dan masyarakat. Kondisi ini akan menciptakan suasana yang akrab, harmonis, dan tidak ada kecanggungan bagi masyarakat dan para calon wakilnya yang akan duduk di kursi parlemen. Fenomena ini otomatis akan menghasilkan komunikasi yang baik antara masyarakat yang ada di daerah pemilihan dan calon anggota DPR/DPRD. Jadi, Ketika ada kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi oleh anggota legislatif, maka masyarakat dengan mudah melakukan kominikasi. Begitupun sebaliknya, anggota legislatif pun akan tanggap dan respoinsif menyikapi masalah itu.
Bentuk penegasan demokrasi yang juga akan terlihat melalui sistem Pemilu proporsional terbuka adalah bagaimana, tanggung jawab kaum terpelajar, lembaga penyelenggara Pemilu dan komunitas penggiat demokrasi hadir di tengah-tengah masyarakat untuk duduk bersama. Dalam membahas pendidikan politik, membahas kategori calon anggota DPR dan DPRD yang kredibel, membentuk pola pikir masyarakat yang ideal (menolak politik praktis) dan meningkatkan partisipasi pemilih. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pemilih cerdas yang berdaulat, demokrasi yang baik adalah ketika di jalankan melibatkan seluruh kalangan masyarakat yang ada di seluruh daerah.
Dari segi perspektif ideologis-filosofis, sistem Pemilu proporsional terbuka merupakan langkah tegas dalam menjalankan proses demokrasi di Indonesia. Hal ini tergambar jelas bagaimana bangsa Indonesia lahir dan berdiri berdasarkan persatuan, kesatuan dan kebersamaan. Demokrasi di Indonesia berjalan dengan karakter kolektivitas, nilai permusyawaratan adalah hal yang paling utama dalam menentukan arah kebangsaan.
Penempatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi harus diimplementasikan dengan serius, salah satunya adalah masyarakat memilih wakilnya di parlemen secara langsung, memilih secara rasional dan idealis. Demokrasi perwakilan adalah sarana bagi setiap individu untuk mempertaruhkan ide, gagasan, dan kepentingan yang ada di tiap-tiap kelompok masyarakat.
Jika ditinjau berdasarkan aspek sosiologis-yuridis, sistem proporsional terbuka merupakan alternatif terbaik untuk mencegah pemerintahan yang oligarki, otoriter, dan diktator. Tidak terbukanya sistem Pemilu akan menyebabkan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) akan semakin membludak. Politik kekeluargaan, kekerabatan dan jalinan pertemanan akan lebih diuntungkan. Mereka para calon anggota legislatif yang memiliki kapasitas yang baik, sesuai yang diinginkan masyarakat memiliki keterbatasan ruang oleh hal tersebut. Sistem Pemilu yang tidak dijalankan secara demokratis akan memberikan keterbatasan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, potensi diskriminasi dan kebebasan berpendapat akan terancam.
Penegasan demokrasi yang ada di dalam sistem proporsional terbuka adalah terlaksananya asas pemilihan calon wakil rakyat yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 22 E ayat 1 UUD RI Tahun 1945. Di dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tepatnya di BAB II Pasal 3 huruf (f) dan (g) dijelaskan bahwa Pemilu dijalankan harus mengususng sifat terbuka dan proporsional. Landasan ini tentu menegaskan jika sistem Pemilu proporsional terbuka sangat demokratis dan mengakomodir segala hak-hak serta kewajiban masyarakat dalam suasana Pemilu. (*)