Oleh: Marsuki
(Guru Besar FEB Unhas dan Komisaris Independen BSSB)
FAJAR, MAKASSAR – Salah satu instrumen kebijakan Fiskal di daerah yang turut ambil bagian dalam perannya sebagai sumber pembiayaan bagi para pelaku ekonomi rakyat dikenal sebagai Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kebijakan KUR ini terutama dimaksudkan untuk memberi dukungan sebagai sumber pembiayaan bagi para pelaku ekonomi sektor UMKM potensial di masing-masing wilayah atau propinsi di seluruh Indonesia.
Hal ini disebabkan karena dianggap adanya keterbatasan pengembangan usaha para pelaku UMKM dalam memperoleh sumber pembiayaan kredit pada lembaga-lembaga keuangan formal maupun informal dari bank atau non bank. Baik karena persoalan persyaratan penjaminan atau collateral, maupun suku bunga relatif tinggi, dan masih beratnya persyaratan lain untuk dipenuhi oleh para pelaku UMKM.
Kebijakan KUR dilaksanakan sebagai bagian kebijakan strategis pemerintah Pusat melalui otoritas Fiskal yang dikoordinasikan melalui dukungan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) dengan melibatkan beberapa lembaga strategis keuangan lain, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pemda di berbagai tingkatan (Propinsi, Kabupaten dan Kota) pelaku UMKM, serta pelibatan lembaga lainnya.
Kebijakan KUR dilaksanakan dengan perencanaan yang baik, mekanisme kerja dan target yang jelas, sehingga diharapkan dapat dipertangunggungjawabkan dalam proses pelaksanaan dan hasilnya.
Sulsel adalah salah satu propinsi di Indonesia yang menjadi target kucuran anggaran kebijakan Fiscal, KUR sejak beberapa tahun lalu yang jumlahnya terus meningkat signifikan. Khusus periode tahun 2020-2021 dimasa pandemic KUR tersalur mencapai Rp 15,79 triliun, lanjut pasca Pandemi tahun 2022 menjadi Rp 17,61 triliun.