FAJAR, MAKASSAR-Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (PERDOSRI) Cabang Sulawesi Papua resmi melantik kepengurusan baru untuk periode 2023-2026. Acara serah terima jabatan dilaksanakan sebelum pelantikan di mana kepengurusan lama menyerahkan tanggung jawab kepada kepengurusan yang baru. dr. Nilla Mayasari, M.Kes Sp.K.F.R., Ped (K) kini menjadi Ketua Perdosri Cabang Sulawesi Papua.
Ketua Perdosri Cabang Sulawesi Papua, dr. Nilla Mayasari, M.Kes Sp.K.F.R., Ped (K), menyampaikan, kepengurusan baru ini akan bekerja sama dengan organisasi tata kelola PP Perdosri dalam beberapa bidang. Hampir semua anggota sudah dilantik karena dianggap sebagai pengurus Perdostri Sulawesi Papua. Setiap wilayah memiliki perwakilan, sehingga masalah-masalah lokal dapat ditangani dengan lebih mudah sebelum mencapai pengurus cabang Sulawesi Papua.
Menurut dr. Nilla, ada 38 anggota yang membidangi Sulawesi-Papua. Meskipun jumlahnya terbilang sedikit, mereka berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan terkait rehabilitasi medik dengan menggunakan surat tugas. Ada tiga surat tugas yang digunakan, dan kebijakan telah diberlakukan untuk memungkinkan penggunaan surat tugas dalam memenuhi kebutuhan pelayanan atau target dari pemerintah provinsi.
“Kami menggunakan surat tugas sebagai salah satu bukti dukungan Perdosri terhadap program kerja pemerintah dalam memenuhi fasilitas kesehatan yang masih kekurangan,” ungkapnya.
Saat ini, Fakultas Kedokteran di Universitas Hasanuddin (Unhas) akan membuka program pendidikan Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR) untuk memenuhi kebutuhan di wilayah Papua. Sebelumnya, mereka yang ingin menjadi Sp.KFR harus bersekolah di Jawa. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antara jumlah populasi penyandang disabilitas yang besar dengan ketersediaan dokter Sp.KFR di Sulawesi-Papua.
Aksesibilitas merupakan target global yang menuntut penyandang disabilitas mendapatkan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan secara merata. dr. Nilla berharap agar pemerintah dapat menjadi mitra Perdosri dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Sebagai organisasi profesi, mereka juga berkomitmen untuk memastikan anggota bekerja dengan aman dan nyaman serta mendapatkan hak-hak mereka sebagai tenaga kesehatan.
Mengenai harapan ke depan, dr. Nilla berharap terdapat integrasi yang lebih baik antara pemerintah, organisasi profesi, dan kelompok disabilitas. Dengan demikian, kebutuhan mendasar dapat dipenuhi oleh pemberi layanan kesehatan.
Ketua Umum PB Perdosri, dr. Rumaisah Hasan Sp.K.F.R., N.M.(k), AIFO-K, menyatakan, Perdosri Sulawesi-Papua merupakan cabang baru yang dibentuk. Oleh karena itu, pengurus ke depan memiliki beberapa tantangan, di antaranya adalah jumlah dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang masih terbatas di Indonesia.
“Untuk itu, diperlukan peningkatan program studi dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi guna menghasilkan lebih banyak Sp.K.F.R,” ucapnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000 dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR) di Indonesia, yang dirasa masih kurang untuk populasi Indonesia yang besar. Beberapa provinsi, termasuk Papua Barat, belum memiliki dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
“Kami berharap distribusi Sp.K.F.R di seluruh Indonesia semakin merata. PERDOSRI akan terus mendengarkan aspirasi seluruh Sp.K.F.R untuk kesejahteraan Sp.K.F.R dan Indonesia, dengan amanah lebih dari 1000 Sp.K.F.R di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Keterbatasan jumlah dokter Sp.K.F.R ini menyebabkan distribusi mereka tidak merata di Indonesia. Banyak yang memilih ditempatkan di kota karena kelengkapan sarana dan prasarana kedokteran fisik dan rehabilitasi yang tersedia. Alasan lainnya adalah kurangnya perhatian maksimal terhadap keberadaan profesi dokter spesialis, termasuk Sp.K.F.R., baik dalam hal keselamatan maupun kesejahteraan. (wis/*)