FAJAR, MAKASSAR– Kontrak karya (KK) Vale Indonesia akan berakhir pada 28 Desember 2025 mendatang. Dua tahun sebelum kontrak karyanya berakhir, Vale Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah, salah satunya divestasi 11 persen saham milik mereka.
Saat ini, sebagian besar saham Vale masih dimiliki asing. Vale Canada Limited (VCL) menguasai 44,3 persen saham Vale Indonesia, kemudian Sumitomo Metal Mining Cp. Ltd (SMM) 15 persen, serta holding BUMN tambang MIND ID 20 persen, dan publik 20,7 persen.
Penambahan saham tidak hanya menjadi kepentingan Vale Indonesia untuk memperpanjang kontraknya dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Penambahan saham juga didasarkan kepada kepentingan Indonesia di masa depan sekaligus keberlangsungan pertambangan di Indonesia.
Ketua Komisi C DPRD Sulsel, Andi Januar Jaury Darwis mengatakan pemerintah sudah seharusnya mendorong BUMN melalui MIND ID agar bisa menjadi pemilik saham mayoritas sekaligus saham pengendali dengan minimum kepemilikan 40 persen, atau bahkan hingga 51 persen.
Penambahan kepemilikan saham di PT Vale Indonesia, MIND ID yang saat ini sudah memiliki 20 persen dan akan menambah 11 persen rasanya belum berdampak maksimal untuk sumbangsih BUMN ke Indonesia. Karena MIND ID sebagai perpanjangan tangan negara ini tidak memiliki kuasa penuh, karena belum menjadi pemegang saham mayoritas.
Sesuai dengan peraturan perundangan bahwa penanaman modal asing (PMA )diantaranya PT Vale wajib menyesuaikan struktur modalnya di mana kepemilikan saham dari luar negeri hanya 49 persen saatt ini. Komposisi pemegang saham PT Vale 20 persen negara, 20 publik publik, dan 60 persen asing. Sehingga PT. vale harus melakukan divestasi saham sebesar 11 persen ke negara, ke pemda, atau ke publik.
“Di sini peluang pemda baik itu provinsi maupun kab/kota untuk miliki saham di perusahaan multi nasional ini. PT Vale yang diketahui secara umum beroperasi sejak tahun 60-an dengan luas kurang lebih 90 HA di wilayah Sulsel,” kata Januar Jaury, Kamis, 25 Mei.
Lebih lanjut Politisi Demokrat tersebut menjelaskan PT Vale baru ekspolitasi belum sampe 20 persen dari luas area serta kandungan nikel yang ada di dalam. Sementara kontrolibusi land rent serta royalty ke negara selama ini di atas 2 triliun yang selanjutnya dibagi ke negara, pemprov, serta kab/kota. Blm lagi hasil deviden ke negara dari kepemilikan saham sebesar 20 persen.
Memang disadari jika ingin menambah pendapatan royalty dan deviden dari nikel ini produksi harus ditingkatkan. Akan tetapi apakah ini yangg dicari untuk segera habis kan kandungan tambang?
Di sisi lain jika PT Vale meningkatkan produksi juga akan mempengaruhi harga nikel dunia yang akan turun akibat supply yang banyak. Penurunan ini juga akan kontraksi ke pendapatan negara dari sisi royalty dan deviden. Apakah kandungan nikel di area PT. Vale saat ini mau dihabiskan cepat sementara keberlangsungan kandungan ini harus terus menjadi sumber pendapatan negara dan daerah ke depan hingga puluhan hgga ratusan tahun?
Kunjungan terakhir Presiden ke PT Vale justru menegaskan bahwa cara penambangan PT Vale seharusnya menjadi contoh bagi perusahaan tambang lainny di semua aspek. Mulai dari menejemen mengatur eksploitasi kandungan agar berkelanjutan jangka panjang, tehnologi produksi yang betul-betul memisahkan nikel dengan kandungan logam lainnya, penanganan lingkungan, tanggung jawab sosial dan ekonomi dan sebagainya.
“Ekspor nikel yang dilakukan PT Vale selama ini menjadi penyumbang terbesar neraca transaksi berjalan bagi ekspor sulsel yg dinilai surplus, bukan defisit. Daerah mendapatkan manfaat yang sangat besar,” ucapnya.
Legislator pencinta olah raga selam ini menambahkan jika pertambangan nikel PT Vale di hentikan akan banyak perusahaan lain akan berusa mengambil alih potensi nikel yang ada. Namun hal tersebut tidak ada jaminan bahwa pengelolaan tersebut akan memiliki dampak yang baik.
“Semua aspek harus diperhatikan. Jangan mengambil sikap yang tidak penuh perhitungan,” bebernya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan saat ini Indonesia sebenarnya sudah menguasai saham Vale Indonesia sebanyak 40%, di mana 20 persen dikuasai oleh perusahaan BUMN dan 20 persen adalah milik publik. Sehingga, tersisa 11 persen lagi saham Vale Indonesia.
Pengalihannya itu harus di go publikan ke dalam negeri sisanya 11 persen sebagai persyaratan mencapai mayoritas sebagaimana yang diberlakukan untuk Freeport. Itulah yang dilakukan untuk bisa memberikan satu kepastian (kontrak) kepada investor.
“Berkaca pada perpanjangan kontrak Freeport Indonesia, divestasi saham 51 persen menjadi syarat aturan untuk mendapatkan perpanjangan kontrak tersebut. Dengan divestasi 11 persen kepemilikan Indonesia akan menjadi 51 persen. Nah BUMN (yang akan ambil) akan juga melibatkan daerah,” tandas Menteri Arifin. (edo)