English English Indonesian Indonesian
oleh

Coldplay: Magnet di Balik Keputusan Fanatik

FAJAR, MAKASSAR-Coldplay begitu rius di Indonesia belakangan ini. Magnet atau daya tariknya sangat luar biasa.

Banyak orang rela merogoh kocek belasan hingga jutaan rupiah hanya demi sebuah tiket pertunjukan hiburan. Begitu masa penjualan dibuka Rabu-Jumat 17-19 Mei, semua langsung habis dipesan.

Jumlahnya lebih 50.000 lembar, dari yang paling murah sampai termahal, langsung habis dipesan. Ada pula yang ingin menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi. Ini menunjukkan besarnya daya tarik Coldplay di hati para penggemarnya.

Seorang penggemar bahkan siap melakukan apa saja demi melihat idola favoritnya tampil secara langsung. Misalnya untuk membeli tiket, ada di antaranya harus ikhlas menggunakan tabungannya.

Hal ini yang dilakukan salah seorang pemuda bernama Rian di Makassar. Bagi dia yang merupakan penggemar berat Coldplay, uang masih bisa dicari, namun kesempatan untuk menonton konser band tersebut mungkin hanya akan ada satu kali.

“Sudah lama saya suka Coldplay. Kapan lagi kan bisa nonton secara langsung, karena tidak tahu kapan lagi akan datang di Indonesia,” ujarnya kepada FAJAR, Jumat, 19 Mei.

Tiket yang dipesan Rian adalah sebuah tiket kategori Festival, dibanderol Rp3,5 juta. Untuk bisa mendapatkan tiket tersebut, ia berhasil bersaing dengan para penggemar lainnya saat melakukan pemesaan di website resmi yang telah disediakan promotor konser.

“Saya tunggu saja, sebelum dibuka di websitenya jam 10 pagi tadi (kemarin, red). Memang susah karena ternyata ada teman juga sama-sama memesan, tapi ternyata cuman saya yang di-approve,” katanya.

Berbicara tentang penggemar Coldplay seperti Rian yang berada di Makassar, memang membutuhkan fanatisme yang lebih besar. Sebab yang dibutuhkan bukan hanya tiket konser saja.

Konser yang dijadwalkan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 15 Novemver mendatang itu, jelas akan memaksakan dirinya untuk menyiapkan uang lebih. Ada transportasi dan akomodasi sebagai biaya tambahan yang harus dipersiapkan.

“Demi Coldplay, tidak apa-apa tabunganku saya pakai. Kan bisaji dikumpul lagi,” tutur pegawai salah satu perusahaan swasta ini.

Performativitas

Inilah kebesaran pengaruh Coldplay yang musiknya telah menyentuh jutaan orang di seluruh dunia. Menonton konsernya secara langsung akan menciptakan pengalaman yang tidak bisa diukur dengan uang.

Menurut mahasiswa S3 Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada (UGM), Jalaluddin. B, apa yang ditunjukkan para penggemar Coldplay itu menunjukkan fenomena yang disebut aktivitas performativitas. Sebuah keadaan dimana seseorang mendapatkan atensi lebih atau dukungan sebagai bagian dari penggemar sebuah band.

“Akibatnya orang tersebut pada gilirannya akan mendapatkan atensi tersebut bahkan applause karena telah mampu menjadi bagian dari sesuatu yang sangat jarang terjadi atau pertama kali terjadi,” ujarnya kepada FAJAR, Jumat, 19 Mei.

“Karena momennya baru pertama kali. Makanya tidak sedikit orang ingin membuktikan bahwa mereka bisa juga menjadi bagian dari momen bersejarah itu,” sambung dosen antropologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) ini.

Aktivitas performativitas punya nilai negatif. Dimana keinginan atau hasrat para penggemar Coldplay ini jangan sampai tidak memperdulikan side effect atau efek samping.

“Misalnya, harus pinjam duit ke keluarga bahkan pinjam online. Itulah efek samping dari aktivitas performativitas,” katanya.

Dengan kata lain, menurut dia, aktivitas performativitas ini lebih mencari sensasi ketimbang esensi. “Inilah kerja kapitalistik yang mengagung-agungkan nilai simbolik semata,” tegas dia.

Ia mengungkapkan bahwa di era kapitalistik sekarang yang dijual adalah kepemilikan simbol atau kesan publik. Jika seseorang sudah mampu memiliki itu semua, maka masuklah dia atau menjadi bagian dari masyarakat kapitalistik itu sendiri.

“Atau masyrakat modern atau masyarakat yang memiliki budaya maju alias populer,” tandasnya.

Oase Pertunjukan

Fenomena yang ditunjukkan dari antusias masyarakat Indonesia memesan tiket Coldplay disebut juga bagian daripada Oase Pertunjukan. Ada hasrat menyaksikan langsung sebuah konser karena dalam kurung beberapa tahun terakhir tertahan akibat pandemi Covid-19.

Seorang Kritikus Musik, Yurdika, mengatakan selama ini masyarakat terbatas dengan melihat suatu pertunjukan musik hanya di dunia maya. Sehingga begitu ada sebuah konser panggung, tiketnya rata-rata habis semua.

“Bukan hanya Coldplay ini yah, saya lihat tiket-tiket konser lain tarulah Black Pink yang sebelumnya tiketnya lebih malah kalau tidak salah, itu juga dalam hitungan jam langsung sold out,” katanya.

Seperti halnya konser-konser lain, menurut Yurdika, masyarakat rela menghabiskan uang yang tidak sedikit menonton Coldplay secara langsung, cenderung didorong keinginan merasakan pengalaman yang tidak didapat dengan hanya berselancar di dunia maya.

“Atmosfernya jelas berbeda. Bisa menyaksikan secara langsung, mimiknya, pengalaman tremornya dan sebagainya. Pokoknya dia berjuanglah,” katanya.

Meski begitu, harus diakui bahwa band seperti Coldplay memang pasti memiliki penggemar fanatik. Mereka mencintai band asal Inggris tersebut bukan hanya dari segi performance semata, tetapi sampai pada pesan dari syair-syair yang dituangkan ke dalam lagunya.

“Perasaan inilah yang juga menjadi pendorong kenapa orang-orang harus rela menonton konser Coldplay yang notabene mahal. Apalagi coldplay diberanding masuk di wilayah Indonesia yang penduduknya memang banyak dan haus akan hiburan,” imbuhnya.

Dosen Musik Fakultas Seni dan Budaya Universitas Negeri Makassar (UNM) ini lanjut menjelaskan, entah bagaimana bisa, masyarakat Indonesia memang kebanyakan mengidolakan musisi-musisi luar. Terutama untuk band Coldplay yang karyanya sudah didengarkan lama.

“Kalau untuk Coldplay sendiri dari sisi masyarakat musisi, populer di era-2000an. Band Indonesia yang salah satu menirunya, seperti Nidji. Padahal kan sama genrenya, musiknya cenderung tidak ngerock, tetapi cool, tidak mengadopsi tempo-tempo cepat. Tapi kalau ditanya yang lebih disukai Coldplay. Buktinya antusias pembelian tiket itu tadi,” jelasnya.

Di sisi lain, alumnus magister Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menerangkan, ada perbedaan sudut pandang di antara kalangan pecinta musik dan penikmat musik. Yang kemungkinan juga merupakan bagian dari penggemar Coldplay itu sendiri.

Bagi pecinta musik, kata dia, mereka melihat seorang musisi tidak terbatas hanya pada musik yang disajikan. Melainkan ada ideologi yang diusung.

“Seperti Rolling Stone, dia itu ideologi, melalui musik saya harus berbicara. Nah, Coldplay juga begitu. Jadi mungkin saja Coldplay manifestasi masyarakat akan sebuah suara kolektif, entah itu tentang kebebasan, kesetaraan dan sejenisnya,” terang dia.

Top Request

Lagu-lagu Coldplay yang selalu masuk dalam top request di seluruh paltform musik menjadikan band ini begitu sangat populer. Wajar saja, antusias masyarakat Indonesia menyaksikan konsernya luar biasa.

Pegiat seni, Sofyan, mengatakan di Youtube saja, video musik Coldplay sudah ditonton lebih dari miliaran orang. Menunjukkan bahwa mereka adalah sebuah band yang memang memiliki penggemar banyak.

Ditambah lagi Coldplay menurut dia adalah salah satu grup musik legend, setara Maroon 5 yang mampu beradaptasi menyajikan musik yang bisa diterima berbagai kalangan.

Sebagai contoh, salah satu lagu Coldplay yang dikolaborasikan bersama dengan boy band asal Korea, BTS. Kemampuan beradaptasi seperti inilah yang membuat penggemar band yang digawangi Chris Martin tersebut terus bertambah banyak.

“Bayangkan, BTS kan banyak juga penggemarnya, nah ini Coldplay bisa melihat pasar penggemarnya (BTS) di Indonesia sampai hasilkan satu single ‘My Universe’ untuk terus menjaga popularitas mereka. Saya kira itu juga pengaruh,” ujarnya.

Bagi alumnus magister Pendidikan Seni Universitas Negeri Makassar ini, hampir semua lagu-lagu Coldplay menarik. Beberapa yang disukai seperti, lagu berjudul, ‘Fix You’ dan ‘Hymn For The Weekend’.

“Lagu-lagu ini dibuat tidak hanya dengan musik yang bagus dari permainan alat musik yang dimainkan personelnya, tapi juga ada tambahan musik digitalnya. Kemudian lirik-liriknya banyak bercerita tentang budaya ataupun kehiduoan sosial,” bebernya.

Selain itu, lanjut dia, Coldplay salah satu band yang punya identitas. Selalu menyajikan performance menarik yang tidak hanya mengandalkan musik.

“Ada interaksi dengan penonton, dan konsernya selalu dikonsep elegant dengan banyak cahaya dan sebagainya,” tuturnya. (majid)

News Feed