Pada akhir-akhir ini ramai dibicarakan di tengah masyarakat tentang betapa pentingnya toleransi dalam beragama. Islam telah memberi pedoman sedemikian jelas, bahwa agama tidak boleh dipaksakan. Disebutkan pula di dalam al-Qur’an bahwa, semua orang dipersilakan memilih agama sebagaimana yang diyakini masing-masing. Lakum diinukum wa liya diin’ atau Untukmu agamamu dan untukku agamaku’.
Dalam beragama, jika seseorang memaksakan tidak boleh, maka apalagi juga mengganggu, tentu tidak dibenarkan. Dipersilakan seseorang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing. Manakala sikap dan pandangan itu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemeluk agama, maka sebenarnya tidak akan terjadi masalah. Mereka yang beragama Islam beribadah ke masjid, mereka yang kristen ke gereja, dan demikian pula lainnya.
Agama juga menganjurkan agar umatnya menjadi yang terbaik, yaitu saling mengenal, memahami, menghargai, mengasihi, dan bahkan juga saling bertolong-menolong di dalam kebaikan. Umpanya semua umat beragama, apapun agamanya, mampu menunjukkan perilaku terbaik sebagaimana perintah ajaran agamanya, maka sebenarnya tidak akan terjadi persoalan terkait agama orang lain dalam menjalani hidup sehari-hari begitupun aktivitas kita di era digitalisasi seperti interaksi di dunia maya konsep inilah yang mesti diaplikasikan.
Menjadi Indonesia, sebagai warga negara digital adalah menyadari bahwa setiap kita merupakan bagian dari negara majemuk, multikulturalis, sekaligus demokratis. Ramah, sopan santun, dan jujur. Sebagai warga negara Indonesia yang menyenangi era digital, tiap individu semestinya memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam membuat konten-konten digital.